SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Foto saya
Kupang, NTT, Indonesia

Rabu, 31 Desember 2008

Happy New Year

Hari ini, Rabu 31 Desember ...hari terakhir di tahun 2008. Saat yang tepat untuk merenung sejenak guna mengevaluasi dan merefleksikan diri kita tentang apa yang telah kita perbuat selama tahun 2008. Saat inilah kita perlu rehat sejenak untuk mengasah " Kampak dan Gergaji " kehidupan kita guna mencapai sukses dan kemudahan di tahun depan.

Banyak hal-hal baru yang telah tercapai tapi ada pula sukses yang tertunda. Dan saya berharap tahun depan saya bisa mencapai sukses yang tertunda tadi...saya harus berhasil....bukan hanya sekedar berhasil...tapi berprestasi...hidup hanya sekali harus diukir dengan prestasi dan harus bermanfaat bagi sesama.

Menyambut tahun baru tidak ada persiapan dan rencana spesial ...saya hanya ingin mengevaluasi diri dengan berdoa dan relaksasi dalam suasana hening dan khidmat...kayanya lebih bagus diisi dengan berdoa dan beribadah dilanjutkan menyusun rencana /program di 2009....

Di tahun depan saya harus

1. Sukses dan berprestasi dalam Selapa
2. Jalankan Program 3 Bulan Management Diri ( Januari - Maret)
3. Berhenti Merokok.
4. Bisa Speak English
5. Dapat tugas di Jawa ( Akmil/Pusdikif)

Akhirnya dengan menyebut nama Mu ya ALLAH aku bermohon kabulkan permohonan dan Doa Hambamu ini

Minggu, 14 Desember 2008

Melestarikan Nilai Juang 45


Kosti Makassar tadi pagi dilepas Dandim 1408/BS Makassar di halaman Makodim dalam rangka kegiatan napak tilas rute pahlawan dari Makassar ke Takallar dalam rangka memperingati hari Korban 40.000 jiwa. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menanamkan semangat 45 pada generasi penerus dan guna melestarikan Nilai Juang 45 pada generasi muda. Hadir dalam acara tersebut Ketua Kosti Sulsel Bpk Andi Karim, Ketua Banteng Komando Bpk Herysyam SH dan Dandim 1408/ BS Letkol Inf Marga Taufiq.

Selasa, 21 Oktober 2008

PERTAHANAN NASIONAL DAN DEMOKRASI


Saat ini, persoalan yang paling mendesak dan menjadi kewajiban sipil adalah perumusan dan penyusunan landasan serta kerangka hukum yang mengatur peran dan posisi TNI. Keberhasilan pembangunan landasan hukum ini sebenarnya sangat terkait dengan visi politik dan transformasi militer yang dimiliki sipil.
Tentang bagaimana pemimpin sipil mampu membangun militer yang profesional
dalam tatanan demokratis.

Faktanya, sampai hari ini, ketidak-sepakatan di kalangan pemimpin sipil tentang konsep keamanan negara menjadi sebab dari inkonsistensi regulasi yang ada.

Persoalan menjadi semakin kompleks dengan adanya wacana sipil yang mengatakan bahwa demokrasi dan militer adalah dua hal yang tidak dapat disatukan. Pemikiran seperti ini hanya membuat sipil semakin tidak memahami fungsi militer-nya. Seakan-akan, militer tidak dibutuhkan lagi dalam demokrasi. Padahal, pembangunan demokrasi sebuah negara sebenarnya membutuhkan “pengawal.” Demokrasi yang mengakomodasi perbedaan, faktanya akan melahirkan banyak kepentingan yang perlu dikelola dengan tepat. Pada titik inilah, peran militer yang kuat guna menjaga demokratisasi di sebuah negara yang berdaulat, sangat dibutuhkan.


Militer dan demokrasi bukanlah sesuatu yang bertentangan.

Bagaimanapun juga, militer hadir sebagai komponen inti untuk menjaga kedaulatan negara dan pilihan rakyatnya untuk berdemokrasi sesuai dengan tujuan nasional yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, Amerika Serikat, sebagai negara yang mengklaim paling berdemokrasi di muka bumi, pada faktanya memiliki militer yang paling kuat di dunia.

Persoalan di atas minimal dapat dilihat dari prioritas kebijakan sipil terkait dengan pemisahan TNI dan Polri serta pemaknaan atas pertahanan dan keamanan yang diatur dalam Tap MPR No. VI dan VII Tahun 2000. Akibatnya, pembangunan kekuatan Polri mendapat first priority dengan anggaran yang besar, di mana TNI akhirnya menjadi second piority. Kebijakan ini dibangun berdasarkan pertimbangan bahwa ancaman militer tidak akan datang dalam kurun waktu 5 sampai 15 tahun mendatang. Di sisi lain, Polri langsung bertanggung jawab kepada Presiden, sedangkan TNI di bawah Menteri Pertahanan.

Di samping itu, UU No.3 tahun 2002 tentang pertahanan ditetapkan sebagai rujukan untuk menyusun UU TNI, UU keterlibatan rakyat sebagai komponen cadangan, penentuan sumber daya nasional sebagai komponen pendukung, serta penyusunan Dewan Pertahanan Nasional. Sedangkan UU Kepolisian Negara langsung merujuk kepada Tap MPR No. VI dan VII Tahun 2000 serta menempatkan posisi Polri untuk tidak terlibat atau tidak melibatkan diri dalam Sishankamrata sebagai strategi nasional.

Di samping itu, terbatasnya kemampuan pemerintah memenuhi kebutuhan anggaran TNI yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit maupun perbaikan dan peningkatan kualitas serta kuantitas alutsista, juga merupakan salah satu konsekuensi dari transformasi militer yang sampai saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi.

Bahkan, prosedur penurunan anggaran TNI pun masih harus melalui proses birokrasi yang panjang, mulai dari Departemen Keuangan, Bappenas, DPR, dan Departemen Pertahanan. Akibatnya, instruksi anggaran TNI yang telah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan, dalam pelaksanaannya terlambat dua, tiga sampai empat bulan.

Bagi TNI sendiri, akibat dari adanya inkonsistensi kebijakan sipil dan keterbatasan anggaran, menyebabkan banyaknya pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Belum lagi masalah alutsista yan gmencuat belakangan ini sehubungan dengan statement Presiden SBY terkait musibah Balongan.

Padahal yang terpenting bukanlah semata-mata persoalan mana senjata yang perlu diganti dan mana yang masih layak untuk dipakai. Lebih dari itu, dalam membangun TNI yang profesional dan berwibawa di mata internasional, diperlukan sebuah grand design atas Postur TNI yang ideal.

Kita semua tahu bahwa ideal berbeda dengan kenyataan. Namun demikian, tanpa mampu merancang bentuk TNI ideal, kita tidak akan pernah tahu ke mana tujuan TNI dan bagaimana TNI yang kita cintai ini harus dibangun. Bagaimanapun juga, hal ini sangat dibutuhkan sebagai panduan dalam mencapai cita-cita pembangunan Postur TNI yang kuat, berwibawa, dan profesional.

Terkait dengan persoalan gelar kekuatan TNI, secara ideal, dengan mempelajari luasnya wilayah daratan, lautan dan udara, serta daerah perbatasan dengan negara tetangga yang dihadapkan pada potensi ancaman, dapat di bagi kedalam empat wilayah pertahanan, dan menurut saya secara umum, kekuatan TNI AD yang ideal harus menggelar sebanyak 816 batalion tempur dan teritorial, 4 divisi terpusat (Kostrad dan Kopassus) serta 16 skuadron heli-serbu dan heli-angkut. Sedangkan kekuatan TNI AL yang ideal menggelar sebanyak 14 skuadron tempur (KRI), 42 skuadron terbang (KAL) yang berada dalam 4 kapal induk, 4 strategic section dengan kekuatan 14 kapal selam dimana 4 unit diantaranya strategic submarine serta 14 brigade marinir. Terakhir, kekuatan TNI AU yang ideal menggelar 140 skuadron tempur, 7 skuadron bomber, 27 satuan pertahanan udara, 40 satuan radar, dan 1 satuan strategic missile (Connie, 2007).

Menurut Tim Huxley (2005), Singapura sebagai negara kota harus memiliki posisi tawar di Asia Tenggara, terutama dengan dua negara besar yang mengapitnya, Indonesia dan Malaysia. Maka, SAF (Singapore Armed Forces) harus kuat dan memiliki kredibilitas di Asia Tenggara, tidak sebatas untuk mendukung kepentingan politik Singapura, namun juga menjaga keamanan regional. Maka, sejak tahun 1990, kebijakan luar negeri Singapura dibangun secara luas sebagai bentuk soft politics yang didasarkan pada kekuatan ekonomi, teknologi, dan militer.

Berangkat dari kondisi ini dan juga memahami bahwa Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara, maka, setidaknya, TNI harus memiliki postur dengan kapasitas alutsista, SDM, dan anggaran yang disesuaikan dengan cakupan wilayah dan kondisi demografis berdasarkan karakter setiap angkatan dengan memperhatikan pula fakta atas keseimbangan kekuatan militer di Asia Tenggara dan Asia Pasifik.

Kekuatan TNI yang ideal yang didukung oleh kapasitas dan kapabilitas setiap karakteristik matra pertahanan berdasarkan kebutuhan spesifik atas alutsista, jumlah dan kemampuan personel serta special force-nya dan juga forcasting anggaran pertahanan yang diperlukan, sebenarnya dapat diturunkan jika grand strategy telah dirumuskan dan kebijakan yang tepat telah ditetapkan.

Persoalan ini sangat membutuhkan kapasitas visi politik sipil dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Dengan adanya komitmen yang kuat, niscaya sipil dapat merumuskan kembali transformasi militer secara tepat menuju TNI yang profesional sesuai tuntutan negara yang 'berdemokrasi'.


Kamis, 25 September 2008

MUHAMMAD DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA

MUHAMMAD DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA

Di sudut Pasar Mainah ada pengemis Yahudi buta yang setiap hari selalu berkata kepda orang yang mendekatinya. “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akn dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW mendatanginya dengan menyuapkan makanan kepada pengemis itu. Pengemis itu tidak tahu bahwa yang menyuapinya Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan ini kepada pengemis Yahudi buta itu.

Sahabat terdekat Rasulullah SAW, Abubakar RA bertanya kepada Aisyah RA, istri Rasulullah . “Anakku,adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan ?”

Aisyah lalu menceritakan kebiaaan Rasulullah itu. Keesokan harinya Abubakar membawakan makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.

Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu?” Abubakar RA menjawab,”Aku orang yang biasa(mendatangi engkau)”. “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu.”Apabila dia datang padaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak usah mulut ini mengunyah. Orang yang databg itu selalu menyuapiku tetapi terlebih dulu dihaluskannya makanan tersebut.Setelah itu dia berikan padaku,”pengemis itu melajutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya. Dia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “ Benarkah demikian ? Selama ini aku selalu menghinanya, menfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Selasa, 23 September 2008

Pentingnya Pesan Moral Ibadah

Pentingnya Pesan Moral Ibadah

Ajaran Islam mengandung pesan moral. Dan pesan moral itulah hal yang dipandang sangat penting dalam Islam, bahkan karena begitu mulianya pesan moral ini sampai Rasulullah menilai “harga “ suatu ibadah itu dinilai, dari sejauh mana kita menjalankan pesan moralnya. Apabila ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tidak bermakna.

Mengapa Islam menekankan prinsip moral ? Prinsip akhlak karena kedatangan Rasulullah Saw bukan hanya untuk mengajarkan dzikir dan doa bahkan nabi secara tegas menyatakan bahwa misinya ialah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Diantaranya ajaran moral dimuat dalam sahih Bukhari, Rasulullah bersabda:

1. Barang siapa beriman ( Mukmin ) kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia menghormati tetangganya.

2. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia senang menyambung tali silaturahmi.

3. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia berbicara yang benar dan kalau tidak mampu berbicara benar maka lebih baik dia berdiam diri.

4. Tidak dianggap sebagai orang beriman apabila seorang tidur dalam keadaan kenyang, sementara para tetangganya kelaparan disampingnya.

Rabu, 17 September 2008

politik popularitas dan kesejahteraan

Politik Popularitas dan Kesejahteraan
Selasa, 16 September 2008 | 00:21 WIB

Oleh Tata Mustasya

Dari acceptance speech Barack Obama sebagai kandidat Partai Demokrat dalam Pemilihan Presiden AS di Denver, Kamis (28/8) malam, kita tahu, popularitas—termasuk gemerlap lampu kilat dan pidato memukau—dalam politik tidaklah mesti negatif.

Sebaliknya, dia mampu menjelma menjadi alat komunikasi efektif antara kandidat dan masyarakat. Ini menangkal ketakutan banyak pihak, politik berbasis popularitas di Indonesia berpeluang besar memunculkan pemimpin instan, tidak kompeten, dan miskin integritas. Syamsuddin Haris (Kompas, 20/8) menunjukkan alergi terhadap kuatnya pengaruh popularitas dalam politik saat ini.

Pasar politik dan popularitas

Manfaat politik popularitas seharusnya tak ditinjau secara emosional dan asumtif. Hal itu mesti dilihat utuh melalui dampaknya terhadap: (1) struktur pasar politik; (2) kebijakan publik: memperbaiki atau memperburuk kesejahteraan.

Dalam sistem demokratis—di mana pemilihan langsung presiden dan kepala daerah diterapkan—mekanisme di pasar politik dengan insentif dan disinsentifnya menjadi penentu. Kandidat sebagai ”penjual” menawarkan kebijakan publik. Masyarakat pemilih sebagai ”pembeli” akan menentukan pilihan politik pada tawaran kebijakan yang paling mereka minati.

Pentingnya popularitas menjadi hal tak terhindarkan dalam sistem one man one vote. Tawaran Obama tentang penyediaan lapangan kerja, pengembangan energi terbarukan, dan kebijakan luar negeri yang lebih ”ramah” tak saja disampaikan dalam narasi kering, tetapi heroik dan menarik. Tujuannya, agar pesannya dan menjangkau masyarakat.

Burukkah hal ini dalam konteks Indonesia? Sebaliknya. Pertama, politik popularitas berpotensi membongkar oligarki politik yang mengakar. Kedua, pilihan pada politik popularitas menunjukkan elite politik tidak punya pilihan lain kecuali berkomunikasi dan ”mengalah” pada kehendak pemilih. Artinya, politik popularitas menunjukkan menguatnya insentif buat elite untuk menghiraukan pemilih.

Pada masa pemilihan tidak langsung, perilaku broker—elite politik, ormas, bisnis, LSM, dan akademisi—sering mengeksklusi pemilih dari pasar politik. Transaksi politik hanya terjadi antara elite dan yang mengklaim sebagai ”simpul” dan perwakilan massa.

Bagi politisi dan elite, model ini lebih ringkas dibanding politik popularitas. Namun, arus demokratisasi membuat elite politik menempuh politik popularitas jika tak ingin tergusur. Hal ini mampu mengoreksi struktur pasar politik oligarkis.

Dalam pilkada, parpol yang ”menjual” kandidat sesuai selera publik meraih kemenangan. Hal ini berdampak pada perilaku elite politik. Kini, mereka harus menyerap informasi—melalui survai dan dialog— dari masyarakat: kaum muda, ibu-ibu, petani, pedagang pasar. Aneka kesepakatan antarelite dan diskusi pakar tidak lagi memadai.

”Kemasan”—kerap dikritik sebagai artifisial—memang penting dalam politik popularitas. Kemasan bukan tanpa fungsi, tetapi mampu menjadi energi untuk melakukan perubahan tataran praktis. Soekarno, Martin Luther King, dan Nelson Mandela memelopori perubahan bukan hanya karena konsep besarnya, tetapi figur yang memesona publik. Hal yang didamba masyarakat tentang kualitas pemimpin juga tidak kontraproduktif. Lembaga Survei Indonesia (2007) menunjuk kualitas pemimpin yang dikehendaki: (1) jujur; (2) berempati; (3) tegas; dan (4) pintar.

Kesejahteraan

Menurut masyarakat, masalah terpenting yang harus diselesaikan berdasar skala prioritas adalah adalah (1) pengangguran dan kemiskinan; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) korupsi (LSI, 2007). Semua terkait kesejahteraan, jangka pendek dan segera.

Politik popularitas—nasional dan daerah—praktis selalu mengangkat masalah itu. Ini menunjukkan, pasar politik telah bekerja. Kehendak masyarakat ini tidak dangkal, tetapi cermin kebutuhan nyata. Maka, pemimpin ideal harus mampu memberi capaian segera (quick wins) selain visi yang lebih strategis.

Bagaimanapun ada beberapa pembenahan mendesak. Pertama, berbagai pihak—media berperan sentral—harus menyediakan informasi memadai bagi masyarakat tentang ”produk” kebijakan yang ditawarkan, termasuk konsistensi kandidat.

Kedua, meregulasi penggalangan dana sehingga besar uang yang dihimpun mencerminkan kemampuan kandidat dalam mendapat dukungan publik. Pembatasan jumlah sumbangan perseorangan itu mutlak.

Ketiga, berbagai pihak harus aktif memunculkan pemimpin alternatif untuk berkompetisi dalam pasar politik.

Kini, generasi ”pertama” politik popularitas tak bisa menghindar dari insentif dan disinsentif pasar politik: interaksi dengan pemilih dan evaluasi masyarakat terhadap kinerja, terutama terkait kesejahteraan. Generasi ”kedua”—diawali pilkada setelah 2010 dan Pemilu 2014—harus mendorong perbaikan kerja dan struktur pasar politik. Dan proses itu harus dimulai dari sekarang.

Tata Mustasya Analis Ekonomi-Politik dan Kebijakan Pu

Selasa, 16 September 2008

Tragedi Pasuruan

Kita tentunya sangat prihatin dan trenyuh mendengar dan menyaksikan tragedi meninggalnya 21 orang pada saat pembagian zakat di Pasuruan. Hanya untuk mendapatkan uang 30 ribu 21 nyawa harus melayang. Sedimikian susahkah mencari uang sebesar itu saat ini? Sehingga ratusan orang harus berdesak-desakan merebutkannya? Jawabnya bisa ya, bisa tidak.

Seandainya jawabnya "YA" maka bersyukurlah bagi sebagin dari kita yang sudah punya penghasilan tetap tiap bulannya, bersyukurlah dengan apa yang kita terima walaupun itu kecil menurut ukuran kita tetapi kita tidak perlu menyabung nyawa untuk mendapatkannya. Jangan selalu melihat keatas itulah barangkali kunci kita bisa ikhlas bersyukur kepada Tuhan. Coba bayangkan dan bandingkan dengan tragedi di Pasuruan.

Seandainya jawabnya "Tidak" tentunya ada yang salah pada kita, kita sudah kehilangan kecerdasan spiritual. Dan inilah yang membuat terjadinya multi krisis di negeri kita tercinta ini. Dari masyarakat kelas bawah sampai para pemimpin kita sudah kering jiwanya dari siraman nilai dan norma agama kita. Sehingga segala macam cara akan dilakukan demi memenuhi nafsu dunia mengejar kekayaan dan kekuasaan tanpa berpikir terhadap nasib orang lain. Yang mau berbuat baik tidak dilandasi keikhlasan pada Tuhan tapi ada keinginan dibaliknya demi pujian, popularitas dan keinginan untuk di sebut sebagai yang terbaik, yang paling dermawan dsb....

Kita tidak habis pikir barangkali hanya di negeri kita ini ada orang yang mau mendapatkan keuntungan dengan menjual daging sisa yang sudah busuk dan bercampur sampah. Dimana letak perikemanusiaan kita ? Apakah sudah sedemikian terpuruk peradaban kita, sehingga semua norma dengan mudah kita langgar?

Marilah kita mengambil hikmah dari fenomena diatas dengan instropeksi pada diri kita masing-masing. Marilah kita tegakan rasa perikemanusiaan kita, mari kita jalankan ajaran agama kita secara benar, mari kita bersihkan jiwa kita dari ketamakan. Karena kalo tidak, kita tinggal menungu kehancuran negeri kita ini.

Sabtu, 06 September 2008

serba serbi ramadhan

Ramadhan tahun ini kurasakan berbeda dengan tahun tahun yang lalu....
Sekarang aku bisa menikmati puasa dengan melakukan aktivitas bersama warga masyarakat...hal yang dulu sangat susah aku dapatkan. Semenjak tahun kemarin aku dapat tugas baru di Kodim puasa tahun ini aku sedikit bebas mau ikut sholat jamaah di masjid mana aja.
Tiga hari puasa aku sholat tarawih di masjid Al markas Al Islami....ada suasana baru yang kudapatkan disini...dimana ada suatu tradisi tiap ramadhan di Masjid ini masyarakat selain beribadah banyak memanfaatkannya untuk rekreasi...pasalnya tiap malam disini banyak sekali warga masyarakat yang berduyun duyun memadati halaman masjid untuk sholat tarawih dan banyak juga para penjual musiman yang memanfaatkan moment tahunan untuk mencari rezeki

Jumat, 05 September 2008

DOA SANG JENDRAL

Doa Sang Jendral

Pada masa perang dunia kedua, tepatnya bulan mei 1952, seorang Jenderal kenamaan, Douglas Mac Arthur menulis sebuah puisi untuk putra tercintanya yang saat itu berusia 14 tahun. Puisi tersebut mecermikan harapan seorang ayah kepada anaknya.Ia memberi sang anak puisi indah yang berjudul “ Doa Untuk Putraku”. Inilah isi Puisi tersebut:

Doa Untuk Putraku

Tuhanku.....

Bentuklah putraku menjadi manusia yang cukup kuat utuk mengetahui kelemahannya

Dan, berani menghadapi dirinya saat dalam ketakutan

Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan

Tetap jujur da rendah hati dalam kemenangan

Bentuklah putraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja

Seorang putra yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan

Tuhanku.....

Aku mohon, janganlah pimpin putraku di jalan mudah dan lunak

Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan,

Kesulitan dan tantangan

Biarkan putraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar mengasihi mereka yang tidak berdaya

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan memimpin orag lain

Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka

Putra yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah namun tak pernah melupakan masa lampau

Dan, semua menjadi miliknya ....

Berikan dia cukup rasa humor sehinga ia dapat bersikap sungguh –sungguh

Namun tetap mampu menikmati hidupnya

Tuhanku......

Berilah ia kerendahan hati...

Agar ia ingat akan kesederhanaandan keagungan hakiki....

Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna....

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya berani berkata

“Hidupku tidak sia-sia”

Puisi yang di tulis oleh Jendral MacArthurtersebut merupakan sebuah puisi yang luar biasa. Puisi itu adalah cermi seorang ayah yang mengharapkan anaknya kelak mampu menjadi manusia yang ber- Tuhan sekaligus mampu menjadi manusia yang tegar, tidak maj, dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

Seperti contoh sepenggal puisi diatas yang berbunyi:

“Janganlah pimpin putraku di jalan yang mudah dan lunak,

Tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitandan tantangan.”

Puisi ini menunjukan sang Jenderal sadar tidak ada jalan yang rata untuk kehidupansukses yang berkualitas.

Seperti kata mutaira”Kalau anda lunak pada diri sendiri, maka kehidupan akan keras terhadap anda. Namun kalau anda keras pada diri sediri, maka kehidupan akan lunak terhadap anda.”

Untuk itu, jangan kompromi atau lunak pada sikap kita yang destruktif, merusak,dan cederung melemahkan. Bersikaplah keras untuk bisa keluar dari zona kenyamanan dan zona kemalasan anda.Senantiasalah belajar bersikap tegas dan keras membangun karakter yang konstruktif, membangun demi menciptakan kehidupan sukses yang gemilang, hidup penuh kebahagiaan....!!!!!!

Salam Perkenalan

Salam hormat,

Terimaksih buat yang telah mampir di Blog saya ini, perkenalkan saya Mayor Inf Slamet Sp.
Saya alumni SMA TN angkatan ke 3 dan lulusan Akmil 1998. Saat ini saya berdinas di Kupang dan kebetulan sekarang sedang bertugas di perbatasan Timor Leste. Sebelumnya saya pernah berdinas di Yonif 700/Raider Makassar. Saat ini saya sudah di karuniai dua orang anak, Andhra Ayu Salsabilla 8 th yang biasa di panggil Ocha dan Nallu Lingga Mahardika 4 th yang biasa di panggil Allu.

Blog ini sebagai sarana belajar buat saya untuk menambah wawasan dan tentunya untuk belajar menulis "sekali2". Besar harapan saya akan saran dan kritik untuk perbaikan Blog ini dan perbaikan diri saya tentunya. Ok, sekali lagi terimakasih yang telah berkenan mampir di Blog ini...

Slamet Sp