SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Foto saya
Kupang, NTT, Indonesia

Kamis, 31 Maret 2011

Gedung Mewah Wakil Rakyat, Pantaskah ?


By : Slamet Sp

Beberapa pekan terakhir kita disuguhi pemberitaan pro kontra tentang rencana pembangunan gedung mewah wakil rakyat. Gedung mewah yang katanya perkamarnya menghabiskan 800 juta itu mendapat penolakan dari banyak kalangan. Dalam kondisi sulit seperti saat ini dinilai banyak pihak tidak tepat jika memaksakan pembangunan itu. Pembangunan gedung anggota DPR bila jadi dilaksanakan dianggap mengkhianati rakyak dan bukti ketidakberpihakan anggota DPR kepada rakyat kecil. DPR dianggap tidak punya hati nurani lagi, hati dan pikirannya telah membeku dan membatu sehingga kehilangan empati.

Konon katanya gedung ini akan digunakan sebagai ruang kerja anggota dewan. Alasannya gedung yang saat ini ada kurang layak lagi untuk bekerja. Untuk itu guna meningkatkan kinerjanya sebagai wakil rakyat pembangunan gedung baru itu sangat perlu direalisasikan begitu salah satu alasan yang dipakai.

Sungguh ironis memang ditengah kondisi sebagian rakyat yang kesulitan karena berbagai masalah ekonomi, sebagian lagi masih terkena dan mulai bangkit dari bencana dan lagi masih adanya beberapa wilayah negeri ini yang perlu mendapat perhatian serius karena ketertinggalan dalam ekonomi dan pendidikan, rasanya tidak pantas bila tetap memaksakan pembangunan gedung DPR yang biayanya sangat besar itu. Akan lebih berguna bila anggaran pembangunan gedung wakil rakyat itu dialihkan untuk membangun sekolah-sekolah untuk rakyat di perbatasan. Tapi katanya karena sudah dianggarkan jadi pembangunan tersebut tidak bisa dibatalkan.

Saya berharap postingan ini bisa menggelitik telinga dan mencairkan hati kita yang barangkali sudah tuli dan beku. Beberapa hari kemarin saya berkesempatan berkeliling di daerah perbatasan RI-RDTL. Kondisi wilayah perbatasan masih jauh tertinggal. Infrastruktur jalan sangat parah, sebagian besar belum beraspal dan masih banyak terputus karena harus memotong sungai yang belum ada jembatannya. Fasilitas pendidikan ada beberapa yang masih memprihatinkan.

Salah satunya yang saya temui adalah sekolah SD di desa Buk yang berada di wilayah kabupaten TTU. Sekolah ini kondisinya mirip sekolah dalam cerita Laskar Pelangi Andrea Hirata. Kondisibangunannya sangat memprihatinkan. Dindingnya terbuat dari pelepah daun pohon lontar yang disebut Befak dan atapnya dari rumbia. Sekolah ini berdiri tahun 2008 atas swadaya masyarakat dan dibangun dalam satu hari. Sekolah ini dibangun untuk menampung jumlah murid yang sudah tidak tertampung di sekolah lama yang sudah ada.

Namun yang membuat haru, semangat anak-anak ini untuk menuntut ilmu begitu besar. Dengan berbekal buku seadanya mereka dengan antusias mengikuti pelajaran. Terlihat dari senyum dan raut wajah anak-anak itu dalam beberapa kesempatan meninjau dan ikut mengajar mereka.

Melihat kondisi ini kembali saya bertanya dalam hati, pantaskah rencana pembangunan gedung mewah anggota DPR, sementara masih ada sekolah Laskar Pelangi di perbatasan ? Barangkali masih banyak di tempat lain yang kondisi sekolahnya juga mengenaskan. Saya berhayal jika pembangunan gedung baru anggota DPR jadi dilaksanakan, ada satu atau dua anggota DPR yang rela ruang kerjanya tidak usah dibangun tapi dialihkan saja untuk membangun gedung sekolah-sekolah Laskar Pelangi. Mungkinkah ??


Kefamenanu, Maret 2011

Sabtu, 26 Maret 2011

Renungan

Kita tidak bisa menghentikan Hujan atau menutup terik matahari dengan awan
Tapi kita bisa menggunakan payung

Kita tidak bisa merubah arah angin namun kita dapat menyetir layar perahu

Kita tidak mungkin mencabut semua duri duri di sepanjang jalan
Namun kita bisa mengenakan alas kaki yang tebal

Kita tidak bisa menutup mulut semua orang
Namun kita bisa belajar utk tuli.

Kita tidak perlu susah susah merubah keadaan, dan tak perlu buang waktu merubah orang lain.

Yang perlu kita ubah adalah
HATI KITA.

Kalau HATI Berubah,
Keadaan akan berubah
Kalau HATI Menjadi baik,
Ucapan dan perilaku akan menjadi baik.

Tak perlu mendesak orang menjadi baik
mereka akan menjadi baik

Sumber : anonymus

Minggu, 20 Maret 2011

Signal Timor Telecom (TLS-TT) tembus Wilayah RI

Saya baru kembali dari mengunjungi pos-pos di perbatasan RI-Timor Leste. Secara umum gambaran kondisi perbatasan tidak jauh beda dari info2 dan data yang sudah ada sebelum2nya, masih jauh tertinggal walaupun sudah ada upaya pembangunan disana. Yang paling mengusik saya adalah ternyata hampir semua pos yang ada di perbatasan RI-RDTL signal telepon dari RDTL mengalahkan signal telepon RI. Dalam hati saya " wah ini gak boleh dibiarkan....ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran wilayah".
Untuk dapat signal indonesia buat pemakai kartu simpati seperti saya karena saking kuatnya signal TLS-TT harus mengubah pengaturan telepon ke manual (pengaturan jaringan) baru bisa dapat signal telkomsel karena kalau tidak yang muncul di layar Hp adalah tulisan TLS-TT dan kalo kita terima telepon baik yang nerima dan yg menelepon akan kena "roaming". Yang lebih menyedihkan lagi ada beberapa pos yg signal telkomselpun gak dapat sementara signal TLS-TT bisa full diterima dan parahnya lagi salah satunya terjadi di Pintu Lintas Batas (PLB) yaitu di PLB Napan yang berbatasan dengan Distric Oecusse Timor Leste di wilayah Kabupaten TTU. Komunikasi kesana hanya bisa menggunakan jaringan radio yg sudah tergelar di perbatasan namun kalau cuaca buruk komunikasi juga sering terganggu. Wilayah tersebut cukup "rawan" karena merupakan pintu keluar masuk kedua negara sehingga komunikasi sangat penting artinya untuk kecepatan informasi dari sana. Namun karena terkendala tidak ada signal, info dr sana sering terlambat.
Dalam hati saya bertanya kenapa dengan negara sekelas Timor Leste kitapun kalah......



Kefamenanu, Maret 2011

Rabu, 16 Maret 2011

Belajar dari Bocah-Bocah Istimewa

Tadi malam ada acara syukuran yang diselenggarakan di kantor saya dalam rangka HUT instansi dimana saya bekerja sekarang. Sesuai instruksi pimpinan supaya acara dibuat sesederhana mungkin namun tidak menghilangkan makna peringatan HUT. Pada kesempatan ini kami mengundang masyarakat sekitar kantor kami mulai dari lurah, tokoh agama, tokoh adat dan yang teristimewa kami mengundang pengurus dari Yayasan Rehabilitasi yang ada tidak jauh dari kantor. Kebetulan hadir dua orang suster dan tujuh orang "bocah-bocah istimewa". Kenapa saya sebut sebagai bocah istimewa karena memang mereka istimewa dimata saya. Bocah-bocah kecil tersebut telah menginspirasi saya. Terus terang saya belajar dari mereka.

Bocah-bocah kecil itu lahir dengan keterbelakangan mental dan saat ini mereka dibawah asuhan sebuah yayasan rehabilitasi. Kalau kita melihat kondisi mereka pasti akan timbul rasa haru dan kasihan. Sayapun sempat menahan air mata yang mau menetes. Kondisi keterbelakangan mental membuat mereka tidak seperti anak-anak lainnya. Untuk berjalan, makan mereka harus dibawah bimbingan pengasuh mereka. Walaupun begitu saya melihat mereka bocah-bocah yang hebat. Perjuangannya untuk terus belajar dibawah bimbingan pengasuh begitu menginspirasi saya. Betapa dengan sekuat tenaga, mereka berusaha dan belajar memegang sendok, berupaya keras mengangkat tangan dan sendok berisi nasi menuju mulut mungilnya....walaupun masih dibantu namun satu dua kali sudah bisa lancar tepat masuk ke mulut. Saya gembira malam itu mereka bisa tertawa dan tersenyum. Walaupun saya tidak tau kenapa dan ditujukan untuk siapa tawa senyum mereka.

Melihat situasi seperti itu beberapa teman saya mendekat menuju tempat mereka, dibantunya menyuap nasi kemulutnya....kelihatan mereka senang melihat kondisi ini, terlihat dari tawa mereka lebih keras. Tidak ada perasaan takut pada orang asing yang menyuapinya. Keakraban itu barangkali mebuat mereka bahagia dan senang. Matanya yang berbinar bergerak-gerak lincahnya, senyum dibibir dan tawanya semakin mengembang.

Saya bersyukur saat ini telah dianugerahi putra-putri yang kondisinya lebih baik dari "bocah-bocah istimewa" tadi. Saya pun berpikir betapa Tuhan telah memberikan nikmat yang sempurna dan sedemikian besar kepada kami. Saya pun sempat berpikir mungkin saya tidak akan sanggup menerima jika Tuhan menganugerahi putra-putri yang kondisinya seperti "bocah-bocah istimewa" itu. Tetapi sayapun tersadar semua pemberian Tuhan adalah anugerah yang harus dijaga dan disyukuri, kalau aku berpikir seperti itu berarti perasaan haruku tadi hanya sekedar rasa kasian tanpa makna. Kalau sebagai seorang tua saja sudah berpikir seperti itu betapa lebih kasihannya bocah-bocah istimewa itu, justru merekalah yang harus mendapat kasih sayang lebih, perhatian yang tulus dari siapa saja agar mereka bisa bangkit menatap hidup ini dengan lebih baik. Tuhan maafkan hambamu yang lemah ini, terimakasih Engkau telah membuatku tersadar.

Dan untuk anak-anakku "bocah-bocah istimewa" ijinkan saya membuatmu tersenyum.


Atambua, Maret 2011




Senin, 14 Maret 2011

Belajar Dari Petani Miskin

Beberapa hari yang lalu saya merasakan sedikit kekecewaan. Betapa tidak, setelah melakukan persiapan matang untuk mengikuti suatu test sebuah pendidikkan yang menurut mereka yang seprofesi dengan saya merupakan sekolah yang sangat menentukan perjalanan karier dibidang yang saya geluti saat ini, ternyata kesempatan itu tidak diberikan kepada saya. Memang alasannya sesuai aturan situasi dan kondisi khusus saya saat ini, tidak bisa mengikuti test walaupun saya telah memenuhi persyaratan. Tetapi yang membuat saya kecewa kenapa sebelumnya mereka yang disituasi seperti saya masih diijinkan. Dan lagi saya dapat informasi di tempat lain ternyata ada yang bisa ikut test dalam situasi seperti saya saat ini.

Tetapi akhirnya saya menyadari dan menerima kondisi ini dan mencoba untuk mengambil hikmah dari kejadian ini. Saya akhirnya membulatkan tekad untuk meyakini bahwa dibalik ini semua pasti ada rencana Tuhan yang terbaik buat saya. Saya meyakini kalau kita mensyukuri apapun yang Tuhan berikan niscaya Tuhan akan memberikan sesuatu yang lebih baik di lain waktu. Ini semua terjadi setelah saya terinspirasi dari cerita yang di share disalah satu milist yang saya ikuti. Karena saya yakin cerita ini bagus dan menginspirasi akhirnya saya putuskan saya share disini.

Ada seorang petani miskin memiliki seekor kuda putih yg sangat cantik & gagah. Suatu hari, seorangg saudagar kaya ingin membeli kuda itu & menawarkan harga yg sangat tinggi. Sayang si petani miskin itu tidak menjualnya. Teman-2 nya menyayangkan & mengejek dia karena tidak menjual kudanya itu.

Keesokan hari nya, kuda itu hilang dari kandangnya. Maka teman-2 nya berkata: "Sungguh jelek nasibmu, padahal jika kemarin kau jual pasti kamu sudah kaya, sekarang kudamu malah hilang." Si petani miskin hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, kuda si petani kembali bersama 5 ekor kuda lainnya. Lalu teman-2 nya berkata: "Wah beruntung sekali nasibmu, ternyata kudamu membawa keberuntungan." Si petani hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, anak si petani yg sedang melatih kuda-2 baru mereka terjatuh dan kakinya patah. Teman-2 nya berkata: "Rupanya kuda-2 itu membawa sial." Si petani tetap diam tanpa komentar.

Seminggu kemudian terjadi peperangan di wilayah itu, semua anak muda di desa dipaksa untuk berperang, kecuali si anak petani karena tidak bisa berjalan. Teman-2 nya mendatangi si petani sambil menangis : "Untung sekali nasibmu karena anakmu tidak ikut berperang, kami harus kehilangan anak-2 kami."

Si petani kemudian berkomentar : "Janganlah terlalu cepat membuat kesimpulan dengan mengatakan nasib baik atau jelek, semuanya adalah suatu rangkaian proses.

Syukuri dan terima keadaan yg terjadi saat ini, apa yang kelihatan baik hari ini belum tentu baik untuk hari esok. Apa yang buruk hari ini belum tentu buruk untuk hari esok.



Atambua, Maret 2011
Semoga bermanfaat


Minggu, 13 Maret 2011

Belajar dari Gempa di Jepang

Gempa bumi dasyat dengan kekuatan 8,9 Skala Richter disusul tsunami mengguncang Negeri Sakura hari Jumat, 11 Maret 2011. Ini terjadi pada siang bolong saat warga Jepang sibuk melakukan aktivitasnya. Gempa berpusat di 130 Km sebelah Timur Sendai, Honshu atau 373 Km tenggara Tokyo pada kedalaman 24 Km dan mengakibatkan tsunami yang menyapu kawasan pesisir Timur Laut Jepang. Seperti di infokan di media, berdasarkan data Badan Meteorologi Jepang bencana gempa kali ini tercatat sebagai bencana terdasyat dan terbesar setelah 140 tahun terakhir. Bencana ini bahkan melampaui gempa besar di Kanto, Honshu, pada 1 September 1923. Guncangan gempa berkekuatan 7,9 SR kala itu sedikitnya menewaskan 140 warga yang berada di kawasan Tokyo.

Gempa besar di Jepang juga terjadi pada 17 Januari 1995 yang melanda Kobe dengan kekuatan 7,3 Magnitude. Gempa ini menelan korban 43 ribu orang terluka parah, 6.400 kehilangan tempat tinggal, 7.500 gedung terbakar dan 350 ribu di evakuasi ( The Japan Journal, 2004). Dan memicu kerugian ekonomi mencapai USD 100 miliar. Ini diklaim waktu itu sebagai bencana alam paling mahal sepanjang sejarah. Gempa juga pernah terjadi pada 23 Oktober 2004 di Niigata, salah satu provinsi di Jepang dengan kekuatan 6,8 Mangnitude mengakibatkan 7.100 rumah hancur, 3.100 fasilitas publik rusak dan lebih dari 100 ribu orang di evakuasi. Gempa- gempa kecil sudah merupakan menu rutin tiap saat bagi masyarakat di Jepang karena sedemikian seringnya.

Belajar dari gempa yang terjadi sebelumnya terutama pasca gempa di Kobe, Jepang telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi gempa, berbagai antisipasi terhadap datangnya bencana telah dilakukan , Jepang membangun Disaster Reduction dan Human Renovation Center (DRI). Ini merupakan pusat penanganan bencana dan rehabilitasi di Kobe yang mengambil pelajaran dari gempa hebat yang terjadi di Kobe. Bahkan Jepang memiliki Disaster Manajemen Ministry dalam sistem pemerintahannya. Kementerian ini mendapat anggaran beratus-ratus miliar untuk menangani dan menghadapi gempa. Setiap tahunnya Jepang menganggarkan 5 persen APBN secara khusus yang wajib digunakan untuk mengantisipasi bencana.

Berbagai antisipasi terhadap terjadinya gempa dilakukan, mulai dari membangun gedung-gedung tinggi, perkantoran dan bahkan rumah penduduk dengan desain bangunan anti gempa. Selain itu simulasi gempa dilakukan di kantor-kantor, sekolah-sekolah hingga lingkungan rumah masing-masing. Mental masyarakat Jepang pun telah disiapkan menghadapinya, untuk menghindari kepanikan saat terjadi gempa sehingga meminimalisir korban. Masalah gempa pun masuk kurikulum sekolah-sekolah Jepang, dimaksudkan agar anak-anak sekolah di negeri itu tahu cara menghadapi gempa tanpa rasa takut yang berlebihan.

Buku-buku kecil yang berisi prosedur darurat gempa dalam bentuk gambar dan tulisan singkat, padat, menarik dan mudah dipahami disebarkan. Sebagai contoh, dalam buku itu diajarkan bahwa langkah pertama menghadapi gempa adalah mencari selamat dengan diam di bawah meja dengan bantal di atas kepala. Ini dimaksudkan untuk melindungi kepala dari kemungkinan benda-benda yang jatuh saat gempa terjadi. Langsung keluar gedung saat terjadi gempa dianggap lebih beresiko terutama saat berada di gedung yang tinggi. Dalam buku kecil itu juga di jelaskan soal tsunami. Ini dikhususkan bagi yang tinggal di dekat pantai. Begitu terjadi gempa langkah pertama harus mencari tempat yang tinggi. Tsunami biasanya datang begitu cepatnya setelah gempa. Prosedur seperti ini telah mendarah daging bagi masyarakat Jepang.

Selain itu konsep evakuasi dan sistem komunikasi telah dibuat dengan baik, sehingga warga Jepang sudah tahu harus lari kemana saat terjadi gempa. Jalur evakuasi gempa yang modern sudah dibuatkan termasuk membuat taman-taman luas di setiap titik kota sebagai titik berkumpul. Sistem peringatan dini atau Early Warning System telah dipasang dimana-mana. Televisi akan menyiarkan peringatan kurang dari dua menit setelah gempa terjadi. Jalur evakuasi dalam gedung-gedung dibuat dengan jelas dan setiap pukul 15.00-15.15 rutin memberikan peringatan mengenai tata cara evakuasi dari gedung tinggi jika terjadi gempa seperti prosedur pengamanan yang sering kita lihat jika naik pesawat yang dijelaskan awak kabin.

Sistem antisipasi bencana tersebut dilakukan karena masyarakat Jepang tinggal di daerah yang memang rawan gempa, sehingga mereka memang menyadari pentingnya menyiapkan diri menghadapi setiap bencana gempa yang sering datang tiba-tiba. Makanya, saat terjadi gempa besar kemaren masyarakat Jepang masih bisa berbaris antri keluar dari gedung, sesuatu hal yang mungkin tidak bakal terjadi di negeri kita ini. Bahkan waktu gempa di Kobe tahun 1995 menurut Yusron Ihzha Mahendra yang waktu itu tinggal di Jepang, saat itu dia tidak melihat adanya penjarahan oleh masyarakat, bahkan tidak terjadi penaikan harga oleh pemilik toko untuk mencari keuntungan pribadi di tengah penderitaan sesamanya. Solidaritas seperti ini sudah tertanam pada masyarakat Jepang. Suatu tindakan yang perlu kita contoh untuk kita terapkan di negeri kita ini.

Namun, meskipun sudah begitu maksimal upaya untuk penanganan bencana, kembali lagi pada kekuasaan Tuhan diatas segalanya. Bencana dasyat dan tsunami Jum'at lalu begitu dasyat sehingga Jepang pun dengan kemampuan teknologi dan kesiapannya menghadapi hal ini kelihatan tidak berdaya menghadapi kuasa Tuhan. Saya tidak bisa membayangkan bila gempa dan tsunami terjadi di Jakarta, mungkin korban akan lebih banyak terjadi. Ingat, menurut beberapa pakar korban lebih banyak terjadi karena tsunami yang terjadi setelah gempa, yang datang begitu cepat dan dasyat sehingga sudah diluar kemampuan manusia untuk bisa segera menghindar dari bencana, bukan karena gempanya.

Karena itu, hikmah yang dapat kita petik dari kasus gempa di Jepang ini adalah pertama, sebagai manusia kita diberikan Tuhan kemampuan berpikir untuk selalu belajar dari pengalaman yang terjadi. Untuk itu kita dalam hal ini pemerintah harus belajar dari kejadian ini. Kita pernah mengalami kejadian gempa dan tsunami besar tahun 2004 di Aceh. Memang setelah itu kita mulai berpikir dan menyadari pentingnya mitigasi bencana untuk meminimalisir korban. Berbagai upaya telah dilakukan namun kita dikenal dengan bangsa pelupa, sehingga memang beberapa saat setelah bencana kita akan terbangun dan berpikir tapi setelah itu tak lama kita akan tertidur dan lupa. Sekali lagi melalui tulisan ini, saya mengingatkan bencana memang di luar kehendak kita, sehingga yang bisa kita lakukan adalah memaksimalkan usaha antisipasi untuk meminimalkan dampak dengan membangun sistem manajemen bencana mulai kesiapan sebelum terjadinya bencana melalui sistem mitigasi yang dilakuakan dengan riset- riset, latihan-latihan, membangun sistem peringatan dini, jalur evakuasi dan komunikasi, melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang bencana, membuat protap-protap dsb. Kemudian penanganan saat terjadinya bencana melalui tanggap darurat harus dibuat prosedur tetap yang betul betul aplikatif. Selanjutnya pasca bencana melalui kegiatan rehabilitasi bencana. Hal tersebut harus benar-benar kita persiapkan karena negeri kita ini juga rawan bencana.

Kedua, dari kejadian gempa Jepang ini kita diingatkan kembali bahwa kekuasaan Tuhan diatas segalanya. Jepang dengan teknologinya yang bisa dikatakan terhebat saat ini ternyata tidak mampu dan tiada daya menghadapi bencana ini. Olehnya, mari kita sadari bahwa kita ini lemah dihadapnya untuk itu mari kita lebih mendekatkan diri pada Nya, tidak pantas kita menyombongkan diri karena sebenarnya manusia itu lemah di hadapan Tuhan. La kaula wala kuwata illah billahil aliyil adzim.


Atambua, Maret 2011
By Slamet Sp

Jumat, 11 Maret 2011

Tukang Sol Sepatu

Tukang Sol Sepatu

Suatu siang aku duduk di kantin di markas dimana aku sekarang bertugas....ada pengalaman menarik yang kudapat sore ini...dari seorang bapak paruh baya "tukang sol sepatu" . Ada yang membuat diriku terinspirasi darinya.....yang menggugah...menyentak kesadaranku....mengingatkanku betapa selama ini aku telah memelihara kesombongan dan lupa akan betapa besar nikmat yang telah diberikan padaku OlehNya yang lupa dan jarang aku syukuri...

Aku memperhatikan dari jauh si tukang sol sepatu, ada 3 pasang sepatu disampingnya...dengan telaten dari pagi sampai sampai se siang ini dia masih dengan telatennya memainkan jarum jahit ditangannya sambil sesekali mengelap wajahnya yang sedikit berkeringat dan sesekali memperbaiki posisi duduknya. Ada motor butut yang dibelangkang joknya ditaruh sebuah kotak kecil bertuliskan "Sol Sepatu" yang sudah pudar warna catnya karena sudah tidak baru lagi tersandar tidak jauh dari tempat dia bekerja...Selama ini motor butut itulah ia kendarai sebagai kendaraan dinasnya sehari2....

Seperti biasa aku telah menyantap "mie goreng telur dua " pesananku.,..(walaupun kalau boleh jujur belum kurasakan lapar)...yg ku pesan dengan sombongnya bersama satu botol Pocari Sweat.....Tak lama mie goreng di mangkuk merah habis menyisakan bumbu mie yg sedikit berminyak menempel di mangkuk yang tidak berhasil aku santap....lalu aku berteriak " Sampoerna satu bungkus "....memesan pada pelayan kantin dengan sombongnya seolah tidak merasakan betapa susahnya mencari uang.

Masih separo batang rokok yang aku hisap ketika didepanku melintas si lelaki tukang sol sepatu....kuperhatikan dari dekat karena memang persis di depanku...agak ragu2 dia mengambil dua bungkus roti, lalu dia kembalikan satu....kulihat lelaki itu berpikir sejenak dan diambilnya kembali roti yang ditaruhnya tadi.....terlihat jelas tempelan kertas diatas plastik roti terbaca olehku "Rp.500,00"....setelah mengambil "aqua" gelas yang harganya juga Rp.500,00 dia sodorkan selembar uang dua ribuan....dan kembali berlalu di depanku setelah menerima uang receh lima ratusan sambil tersenyum ramah menyapaku untuk kembali.....dengan langkah pelan dia kembali menuju tempat kerjanya tadi....Kulihat dia pelan membuka plastik rotinya....seletah diam sejenak "berdoa" dia gigit pelan roti di tangannya...kelihatan begitu menikmati sekali....barangkali dari pagi belum ada makanan masuk diperutnya...karena belum sempat sarapan atau karena nggak terbiasa sarapan.....Saat itulah hatiku tersentak....kumatikan rokokku.....aku merenung dalam hati.....Ya...Allah maafkan hamba Mu ini....aku menyadari betapa selama ini aku telah sombong, kurang bersyukur terhadapmu....Aku baru menyadari betapa masih banyak saudara di sekelilingku masih berpikir dua kali untuk membeli makanan yang memang itu kebutuhan paling hakiki setiap manusia karena merasakan betapa sulitnya mencari uang, sehingga membelanjakan uang senilai seribu lima ratus rupiahpun harus dengan pertimbangan seksama...sementara hambamu ini betapa telah seenaknya berbuat sia2....membelanjakan sesuatu yang sebenarnya tiadak terlalu berguna....

Dilain waktu aku beranikan bertanya pada lelaki tukang sol sepatu itu, sehari kalau lagi beruntung katanya dia bisa bawa pulang maksimal empat puluh ribu, itu paling maksimal....tapi tidak jarang juga seharian kadang tidak ada yang dia dapat....makanya dia bilang harus memanage betul "gajinya"....takutnya pas lagi sial gak dapet "pasien", masih ada simpenan untuk menanggulanginya....Tapi dia selalu yakin bahwa Tuhan Maha Adil dan Maha Pemurah.....dia selalu yakin jika kita pandai bersyukur akan nikmat pasti ada nikmat lain yang lebih besar yang ia dapat....Tidak akan dibiarkan kita mati kelaparan asal masih mau berusaha....Alhamdulillah, katanya dia masih bisa membiayai dua anaknya yang saat ini sudah duduk di bangku SD dan SMP.....dari pekerjaannya selama ini.....

Sungguh aku malu pada diriku.......ku berbalik dan menahan tetes air yang hampir jatuh dr mataku.....kulangkahkan kakiku sambil berucap..." Ya Allah ampunkan sombongku selama ini " seraya juga ku mengucap terimakasih pada tukang sol sepatu.....terimakasih telah mengingatkanku....engkau telah menginspirasi diriku untuk belajar bisa " memaknai arti hidup ini"

Atambua, Maret 2011
Untuk mereka yang suka hidup boros dan sombong



Senin, 07 Maret 2011

STATUTA

STATUTA

Akhir2 ini telinga kita tentu tidak asing mendengar kosa kata baru seiiring terjadinya kisruh PSII terkait demo elemen masyarakat menuntut revolusi PSSI....didalamnya terdapat tuntutan agar ketua umum PSSI, Nurdin Halid mundur. Tentunya bagi yang sering nonton tv pasti nggak asing mendengar kata "STATUTA" . Aku juga nggak ngerti apa arti kata Statuta.....barangkali kalo dicermati dan dikaitkan dengan kata yang mengikuti.....mungkin artinya aturan atau undang-undang....betul gak yaaaa.....

Hiruk pikuk pemberitaan tentang PSSI akhir2 ini telah menyita waktu, energi dan pikiran banyak orang di negeri ini....dari Menteri, politisi, DPR RI, supoter bola di negeri ini, penjual kopi, tukang roti, pegawai negeri, penjual sapi.....hehehe...termasuk diriku ini .... yg nggak terlalu ngerti bola ...yg selalu tidur kalo lagi nonton bola tengah malam....yg jadinya bukan nonton bola tapi malah ditonton bola....jadi ikut juga merhatiin berita2 ttg PSSI.....Bola memang telah menembus semua dimensi kehidupan....dia bukan hanya sekedar permainan yg dimainkan 11 orang di lapangan hijau tetapi bola telah menjadi urusan politik....dia bisa jadi pemersatu negeri penggugah nasionalisme....tapi juga bisa memicu kita bertikai.....Tentu kita ingat di piala AFF yang lalu betapa Sepak Bola telah mampu menumbuhkan semangat nasionalisme....rasa bangga dan cinta tanah air....rasa persatuan dan kesatuan....betapa dukungan terhadap Timnas telah mempersatukan seluruh warga di negeri ini untuk sementara melupakan hiruk pikuk permasalahan yg bertubi2 dinegeri ini yg kadang membuat kita bertikai.....Tapi kita juga tidak menutup mata sepak bola juga bisa membuat kita lupa diri....dan akhirnya bertidak anarkhi....seperti ulah yg dilakukan suporter "nakal" para "bonek".....yg jelas-jelas membuat rusak citra sepak bola di negeri ini.

Demikian juga saat ini, atas nama kecintaan terhadap sepak bola di negeri ini ....mereka rela berpayah2...berdemo menuntut revolusi PSSI....Teriakan, lemparan, makian diselingi bakar2an menghiasi layar televisi..... Ada pihak pro dan kontra....semua berdiri dengan argumennya masing...masing....membawa dasar apa yang ada dalam "STATUTA" masing2......Yang dituntut mundur keras kepala, merasa tidak ada alasan konstitusional yg membuat harus mundur......yg menuntut mundur begitu yakin dengan tuntutannya karena kehancuran sepak bola di negeri ini karena kepemimpinan dan kepengurusan yang salah dan tidak becus serta adanya dugaan korupsi selama ini....sehingga perlu adanya revolusi...Ntah mana yg benar.....karena kalau yang bicara "orang cerdas" jadi susah membedakan mana yang benar dan mana yang salah......yaaaa atas nama "STATUTA" mereka bicara......... demi rasa cinta pada bola ....."Hidup STATUTA" teriakku sambil menendang bola....

Atambua, Maret 2011






Selasa, 01 Maret 2011

PERBATASAN RI-RDTL Arti Penting dan Sumber Ancaman

PERBATASAN RI-RDTL

Arti Penting dan Sumber Ancaman

Oleh : Mayor Inf Slamet, Wadan Satgas Pamtas RI-RDTL

Pendahuluan

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis yang berada diantara dua benua Asia dan Australia serta dikelilingi Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan mempunyai arti geopolitis dan strategis yang cukup diperhitungkan oleh negara-negara disekitarnya. Posisi atau letak wilayah NKRI berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Republik Palau, PNG, Timor Leste dan Australia. Sementara perbatasan daratnya dengan tiga negara yaitu Malaysia, PNG dan Timor Leste.

Perbatasan wilayah negara pada hakekatnya mengandung potensi strategis dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa antara negara yang berbatasan wilayahnya, baik yang bernilai positif maupun negatif khususnya aspek politik luar negeri dan aspek pertahanan keamanan negara di daerah perbatasan tersebut.

Potensi strategis dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa antara negara yang berbatasan wilayahnya akan menjadi suatu permasalahan bila tidak ada upaya untuk menginventarisir, mengkaji, merumuskan inti permasalahan, dan menindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian bersama serta membuat/memyusun kebijakan untuk mengatur wilayah masing-masing negara.

Perbatasan negara merupakan perwujudan kedaulatan suatu negara. Oleh karena itu, perbatasan negara memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keutuhan suatu wilayah. Dengan adanya batas negara ini, maka jelaslah kewenangan suatu bangsa dalam mengelola seluruh urusan pemerintahan yaitu meliputi politik , ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Sejarah Terbentuknya Perbatasan RI-RDTL

Mendiskusikan tentang sejarah awal perbatasan Indonesia-Timor Leste tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tentang sejarah Timor. Hal ini karena pada dasarnya Timor adalah suatu kesatuan pulau yang kemudian dibagi dua menjadi wilayah Portugis dan Belanda pada masa kolonial. Pulau Timor menarik perhatian dunia luar termasuk juga Portugis dan Belanda karena pesona aroma kayu cendana yang selain dipakai untuk perabotan rumah juga digunakan untuk keperluan ritual keagamaan.

Perbatasan Timor Barat dan Timor Leste ditetapkan melalui serangkaian perundingan, konvensi yang tidak saja melibatkan Belanda dan Portugis tetapi juga pihak ketiga yakni pengadilan arbitrasi yang berkantor di Paris. Disamping itu penetapan perbatasan antara kedua wilayah koloni tersebut memakan waktu lama dan proses yang panjang. Sejarah terbentuknya perbatasan RI-RDTL sejak awalnya menyisakan berbagai problematika. Tidak saja, karena tidak semua titik perbatasan berhasil diselesaikan oleh perundingan bilateral Belanda-Portugis maupun arbitrasi yang dilakukan Mahkamah Internasional, tetapi juga menyangkut dinamika daerah perbatasan selama hampir 100 tahun berselang yang membuat perjanjian tersebut menciptakan berbagai persoalan teknis maupun non-teknis, seperti misalnya perubahan kontur geografis penanda perbatasan (sungai, bukit dan lain-lain), adanya jual beli tanah (tepat di garis perbatasan), serta terjadinya perpindahan penduduk.

Sejarah perbatasan Timor Barat dan Timor Timur diawali dari perebutan wilayah antara Portugis dan Belanda dalam memperebutkan dominasi perdagangan kayu cendana di Pulau Timor yang secara sporadis berlangsung mulai 1701 hingga tahun 1755, yang kemudian melahirkan kesepakatan “Contract of Paravinici“ pada tahun 1755 dimana antara Belanda dan Portugis sepakat membagi Pulau Timor menjadi dua bagian yaitu bagian Barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda dan bagian Timur yang berpusat di Dili menjadi milik Portugis. Walaupun keduanya telah menandatangani kontrak tetapi penetapan tapal batas tidak pernah dinegosiasikan secara jelas. Perundingan lanjutan tahun 1846, Portugis menukarkan wilayah Flores yang tadinya dikuasai Portugis dengan sebuah enclave di pantai utara yang kini dikenal sebagai daerah Oecusse dan dua pulau kecil dilepas pantai utara yakni Atauro dan Jaco. Sejak saat itulah Flores dikuasai Belanda dan Oecusse menjadi milik Portugis.

Pada 1 Oktober 1904 sebuah konvensi bernama “A Convention for The Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Islands of Timor “ ditandatangani oleh kedua belah pihak di Den Haag, yang kemudian dilanjutkan proses ratifikasi secara serentak (oleh pihak Portugis dan Belanda) pada tanggal 29 Agustus 1908. Konvensi 1904 inilah yang kemudian dianggap sebagai perjanjian yang legal yang telah menyelesaikan berbagai perbedaan di seputar masalah perbatasan antara Belanda dan Portugis, khususnya di Pulau Timor.

Namun demikian, beberapa tahun kemudian beberapa daerah yang tidak sempat di survei (termasuk daerah Oecusse) masih sibuk dibicarakan oleh tim yamg dibentuk kedua Negara. Pada 1909, komisi perbatasan yang dibentuk oleh pemerintah belanda dan Portugis gagal mencapai kata sepakat dalam menentukan tapal batas di wilayah Oecusse (termasuk daerah sungai Noel Meto)

Kegagalan ini membawa Belanda dan Portugis ke Peradilan Internasional. Pada 3 April 1913 Belanda dan portugis menandatangani konvensi berisi tentang kesepakatan mereka membawa kasus sengketa perbatasan ke Permanent Court of Arbitration (pengadilan arbitrasi) di Paris. Dalam keputusannya pada 26 Juni 1914 pengadilan arbitrasi memutuskan memenangkan klaim Belanda atas daerah-daerah yang masih dipersengketakan.

Ketika Timor Timur merupakan bagian Indonesia (1976-1999) isu perbatasan Timor Barat dan Timor Timor menjadi tidak relevan lagi. Masyarakat di sekitar wilayah perbatasan yang pada dasarnya memiliki keeratan hubungan sosial-budaya pun bebas untuk saling berhubungan dan melakukan transaksi ekonomi. Pembukaan perbatasan pada masa itu, telah mengubah secara substansial aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Namun, 24 tahun kemudian, ketika Timor Leste merdeka masalah perbatasan menjadi hal yang penting untuk dibicarakan antara pemerintah Indonesia maupun Timor Leste. Langkah awal yang dilakukan adalah menyepakati kembali tapal batas yang pernah ada antara Timor Barat dan Timor Timur. Pada 2 Pebruari 2002 Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirayuda dan pimpinan UNTAET, Sergio Vierra de Mello, menandatangani kesepakatan untuk mengatur prinsip uti posideti juris, yaitu memakai Konvensi 1904 yang telah ditandatangani Portugis dan Belanda serta hasil keputusan Permanent Court of Arbitration 1914, sebagai dasar hukum yang mengatur perbatasan RI-RDTL.

Sejauh ini kedua Negara telah menandatangani persetujuan sementara (provisional agreement) pada 8 April 2005 yang ditandatangani oleh Menlu Ri Hasan Wirayuda dan Menlu RDTL Ramos Horta. Perjanjian sementara ini menyepakati 907 koordinat titik batas atau sekitar 96% dari total garis batas darat. Ada beberapa segment di wilayah perbatasan yang masih mengganjal tercapainya kesepakatan akhir (final agreement) antara kedua negara, yang bisa menjadi isu sensitive yang berpotensi untuk memicu konflik perbatasan antara kedua negara.

Fungsi Perbatasan RI-RDTL

Perbatasan (borders) dipahami sebagai suatu garis imajiner yang memisahkan wilayah suatu Negara yang secara geografis berbatasan langsung dengan wilayah Negara lain. Namun sesungguhnya pengertian mengenai perbatasan tidak sesederhana itu, karena di dalamnya juga mengandung beberapa dimensi lain, yaitu antara lain garis batas (border lines), sempadan (boundary) dan perhinggaan (frontier), yang tentu merupakan persoalan politik.

Secara umum, garis batas tidak hanya merupakan garis demarkasi yang memisahkan sistem hukum yang berlaku antar Negara, tetapi juga merupakan contact point (titik singgung) struktur kekuatan teritorial nasional dari negara-negara yang berbatasan. Garis batas ini pada dasarnya memiliki dua fungsi yaitu ke dalam, untuk pengaturan administrasi pemerintahan dan penerapan hukum nasional dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara dan keluar, berkaitan dengan hubungan internasional, untuk menunjukan hak-hak dan kewajiban menyangkut perjanjian bilateral, regional maupun internasional dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara konsep kedua, perbatasan sebagai boundary merujuk pada tapal batas yang pasti misalnya penghalang fisik atau segala sesuatu yang kasat mata. Kategori pembentukan batas itu sendiri dapat bermula dari kriteria geografis, ikatan primordial atau bahkan ideologi. Kategori apa pun yang digunakan seseorang tidak dapat lagi berperilaku bebas seperti ketika masih berada di dalamnya. Dalam wilayah yang sama dapat diketemukan kesedaran kolektif (collective identity). Beberapa bentukan geologis menentukan batas alami seperti gunung, danau atau sungai. Di samping itu benda-benda buatan manusia seperti pilar tugu, kawat berduri, dinding beton atau sign post juga dapat digunakan sebagai penanda batas antarnegara. Bahkan,kombinasi batas alami dan buatan manusia juga sangat lazim digunakan.

Sedangkan konsep terakhir merujuk pada pemahaman perbatasan sebagai frontier yang bermakna “daerah depan”. Pada zaman dahulu, frontier ini dianalogikan sebagai daerah tempur, sehingga harus dikosongkan karena akan digunakan sebagai daerah tempat dilaksanakannya pertempuran. Pada dewasa ini, ”daerah depan” tersebut seharusnya lebih dimaknai sebagai daerah “etalase” untuk menunjukkan berbagai kemajuan dan keberhasilan pembangunan.

Dengan melihat konsep-konsep tersebut tidak sulit untuk mengatakan bahwa pengertian mengenai perbatasan sangat kompleks. Meski konsep-konsep tersebut cenderung mengandung konotasi pemisahan, dalam realitasnya selalu ada kemungkinan tumpang tindih. Di perbatasan Indonesia-Timor Leste, misalnya, ide-ide mengenai border lines dan boundary pun menjadi tidak terpisahkan. Hal ini terutama muncul ketika persoalan ketidakjelasan tapal batas menyebabkan klaim tumpang tindih antar dua masyarakat yang tinggal di sekitar perbatasan, baik mengenai wilayah maupun dalam pengelolaan sumber daya alam di sekitar wilayah tersebut. Padahal dipahami secara umum bahwa persoalan wilayah dan tapal batas merupakan salah satu isu menarik, yang bahkan sering menimbulkan konflik dan peperangan antar Negara. Selain menyangkut kedaulatan, kejelasan wilayah dan tapal batas juga berhubungan erat dengan harga diri dan martabat suatu bangsa yang berdaulat. Situasi ini juga di jumpai di perbatasan RI-RDTL.

Dari uraian diatas menunjukan bahwa perbatasan, termasuk perbatasan darat RI-RDTL memiliki arti yang sangat strategis, perbatasan sebagai beranda terdepan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Negara lain memiliki fungsi-fungsi yang melekat sangat kuat, yaitu pertahanan-keamanan, kesejahteraan dan lingkungan.

Fungsi pertahanan-keamanan sangat terkait dengan pemahaman perbatasan secara geostrategis yang diyakini sebagai penjelmaan dari kedaulatan politik suatu Negara. Makna yang terkait di dalamnya sangat luas, tidak hanya memberikan kepastian hukum atas yuridiksi wilayah teritorial Indonesia, tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek lain seperti kewenangan administrasi pemerintahan nasional dan lokal, kebebasan navigasi, lalu lintas perdagangan, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Sebagai wilayah batas antar Negara, perbatasan juga merupakan sabuk keamanan (security belt) yang berada pada lingkaran prioritas pertama dalam strategi pertahanan keamanan Indonesia terhadap segala bentuk potensi ancaman dari luar. Wilayah perbatasan sangat rentan terhadap pengaruh dari luar, baik dalam bentuk idiologi, politik, sosial budaya dan pertahanan-keamanan.

Perbatasan RI-RDTL juga memiliki fungsi kesejahteraan. Sebagai pintu gerbang Negara, wilayah perbatasan tentu memiliki keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan Negara tetangga. Dalam konteks ini, wilayah perbatasan dipandang dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi perdagangan Indonesia dengan Timor Leste. Sehingga perbatasan diilihat sebagai daerah kerja sama antar Indonesia dan Timor leste dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di daerah perbatasan kedua Negara. Fungsi ini sangat penting mengingat realitas kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan darat dengan Timor leste masih terbelakang, dengan kondisi wilayah yang umumnya terpencil, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah dan banyak dijumpai penduduk miskin. Apabila fungsi kesejahteraan dapat diwujudkan akan berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat perbatasan. Terciptanya kesejahteraan masyarakat akan berdampak langsung terhadap daya tangkal terhadap berbagai kegiatan illegal maupun provokasi pihak lawan yang dapat membahayakan kedaulatan Negara. Dengan kata lain, terlaksananya fungsi kesejahteraan yang mantap di wilayah perbatasan dapat secara efektif membantu menciptakan suatu kekuatan ipoleksosbud dan pertahanan keamanan.

Fungsi ketiga adalah fungsi lingkungan dimana fungsi ini terkait dengan karakteristik di wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang Negara yang mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional.

Sumber Ancaman

Perbatasan RI-RDTL sebagaimana diuraikan diatas memiliki peran yang sangat strategis dimana sebagai pintu gerbang negara, segala kegiatan di wilayah perbatasan dapat mempengaruhi kedaulatan dan yuridiksi negara baik di darat maupun laut, serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan keamanan Indonesia.

Atas dasar pemahaman ini Perbatasan RI-RDTL perlu mendapat perhatian dan dicermati perkembangannya terlebih mengingat hingga saat ini di wilayah perbatasan khususnya perbatasan darat RI-RDTL masih ada persoalan yang berdimensi multi aspek. Salah satu aspek yang penting yang perlu diamati lebih lanjut dalam kerangka hubungan bilateral kedua Negara adalah masalah keamanan di wilayah perbatasan kedua Negara. Persoalan-persoalan keamanan di wilayah perbatasan berkaitan dengan dua hal utama yang menyangkut persoalan keamanan konvensional dan non-konvensional.

Pada bagian ini hanya akan dibahas persoalan keamanan konvensional yang lebih berfokus pada isu-isu yang merupakan ancaman terhadap wilayah, kedaulatan, ideologi dan identitas Negara terutama yang bersumber dari faktor-faktor eksternal.

Secara garis besar ancaman keamanan konvensional di perbatasan Indonesia Timor Leste dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut ; Pertama, Demarkasi dan segmen bermasalah. Kedua, konflik internal dan situasi politik di Timor Leste. Ketiga, keberadaan eks-pengungsi/eks-milisi Timor Timur. Keempat, kehadiran Australia dan pasukan asing di wilayah Timor Leste.

Demarkasi dan segmen bermasalah. Kejelasan mengenai garis batas wilayah darat dan laut merupakan suatu keniscayaan penting bagi kedua negara. Pertama, untuk memberikan kepastian hukum atas yuridiksi wilayah teritorial suatu negara, yang di dalamnya terkait kedaulatan wilayah negara. Makna yang terkandung dalam konteks ini sangat luas tidak hanya menyangkut batas teritorial negara, tetapi juga mengait aspek lainnya, seperti pertahanan keamanan, kebebasan navigasi, lalu lintas perdagangan, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan lain sebagainya. Kedua, kejelasan garis batas wilayah juga penting untuk menghindari potensi konflik perebutan atas klaim suatu wilayah tertentu, baik yang melibatkan antara Indonesia dan Timor Leste atau Indonesia-Timor Leste dengan negara ketiga, seperti Australia.

Sampai saat ini masih ada sekitar 4% dari keseluruhan garis batas darat yang masih menyisakan permasalahan karena belum ada kesepakatan bersama antara Indonesia dan Timor Leste terhadap beberapa segmen garis batas. Ada dua hal pokok yang menyebabkan permasalahan penetapan garis batas negara di darat antar RI-Timor Leste masih berlarut-larut yaitu faktor teknis (perbedaan interpretasi atau penafsiran atas aturan yang menjadi rujukan penentuan garis batas) dan non teknis (adanya penolakan masyarakat lokal atas garis batas darat sebagaimana yang telah ditentukan dan perebutan sumber daya alam oleh masyarakat lokal di sekitar wilayah perbatasan yang disebabkan oleh klaim mereka atas beberapa wilayah perbatasan dengan alasan faktor sejarah, ekonomi dan sosial budaya).

Segmen bermasalah tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, Un-Resolved Segment yang meliputi wilayah Kab Belu di daerah Memo/Delomil, Kab. TTU di daerah Bijael Sunan-Oben Manusasi, Kab Kupang di wilayah Noel Besi/Citrana. Kedua, Un-Surveyed Segment meliputi wilayah Subina, Pistana, Tububanat, Haumeniana.

Belum jelas dan tegasnya batas darat antara Indonesia dan Timor Leste di beberapa segmen tersebut diatas, pernah menimbulkan sejumlah persoalan pelik dalam hubungan bilateral kedua negara. Ketidakjelasan demarkasi merupakan salah satu faktor potensial yang memicu konflik antar warga kedua negara yang tinggal di wilayah perbatasan. Gangguan keamanan pernah terjadi di beberapa bagian wilayah secara sporadis dan berulang. Hal ini mengindikasikan bahwa ketidakjelasan batas darat Indonesia dan Timor Leste, sewaktu-waktu dapat meletupkan perselisihan, pertikaian dan konflik baik antar masyarakat atau antara masyarakat dengan aparat keamanan.

Insiden yang pernah terjadi antara lain adalah insiden 6 Januari 2006 yang terjadi di tepian sungai Malibaka. Insiden ini terjadi ketika pasukan UPF (Unido Patruofomento Fronteira) menembak mati tiga WNI eks pengungsi yang tinggal di dusun Sikutren Desa Rote, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu. Menurut pihak Timor Leste, mereka ditembak karena melintas perbatasan secara ilegal dan mereka adalah eks milisi yang telah sering melakukan infiltrasi ke wilayah Timor Leste. Namun, pihak RI menyatakan bahwa mereka tidak sedang melakukan aktivitas politik dengan penyusupan tetapi sedang melakukan aktivitas mencari ikan di sungai Malibaka. Pemerintah juga menyatakan kemarahannya karena penembakan tersebut tersebut terjadi tanpa peringatan dan ternyata mereka masih berada dalam batas wilayah Indonesia.

Insiden berdarah lainnya adalah konflik pertanahan di daerah Passabe- Miomaffe sebagai akibat ketidak jelasan garis batas darat yang terjadi pada September-Oktober 2005. Selama periode ini terjadi sembilan kali insiden, di mana ratusan penduduk desa yang tinggal saling bersebelahan di kawasan perbatasan Timor Barat dan Distrik Oecusse saling melakukan pembakaran ladang dan gubuk-gubuk serta menyerang satu sama lainnya dengan lemparan batu. Kerusuhan ini bersumber pada permasalahan berupa ketidaksepakatan antara masyarakat lokal tentang penggunaan lahan di sekitar perbatasan seluas sekitar tiga kilometer persegi yang terletak di desa Manusasi, Kab TTU yang berbatasan dengan Distrik Oecusse. Masyarakat Oecusse mendasarkan klaim mereka pada pilar yang dibuat pada tahun 1904 antara Belanda dan Portugis dan aktivitas perladangan yang sudah lama mereka lakukan di wilayah tersebut. Sementara penduduk Timor Barat berpendapat bahwa pilar batas yang dibuat tahun 1904 diatas tidak bisa dijadikan rujukan karena telah terjadi tukar guling pemilikan secara adat tahun 1966. Sehingga mereka berpendapat bahwa tumpang tindih klaim tersebut tidak bisa memperoleh penyelesaian secara tuntas apabila mengesampingkan pertimbangan adat.

Pemerintah kedua negara di waktu itu akhirnya mampu meredam konflik dan ketegangan. Pada 25 Oktober 2005 terjadi kesepakatan untuk menetapkan daerah sengketa sebagai daerah steril dan pihak keamanan Indonesia dan Timor Leste bersepakat untuk melakukan patroli bersama dan tidak menembakkan senjata di kawasan steril tersebut.

Beberapa kasus di tahun 2009-2010 di wilayah sengketa baik di Un-Resolved Segment dan Un-Survey Segment sejauh ini masih dapat diselesaikan antara aparat keamanan perbatasan kedua negara dengan melaksanakan koordinasi secara intensif di lapangan. Pihak Satgas Pamtas selain berkoordinasi dengan UPF juga mengambil langkah dengan melaksanakan pemantauan daerah sengketa dengan patroli bersama dan melaporkan setiap perkembangan situai daerah sengketa ke Komando Atas. Hal ini cukup efektif untuk mencegah terjadinya ketegangan dan timbulnya konflik antara masyarakat kedua negara maupun timbulnya hubungan yang kurang baik antara kedua negara.

Namun demikian beberapa waktu terakhir ini mulai diketemukan kegiatan pihak Timor Leste di daerah sengketa seperti pembangunan jalan baru yang dibuat oleh masyarakat Pasabe-Oecusse (Timor Leste sepanjang lebih kurang 450 m di wilayah sengketa Pistana (Un-Survey Segment), penemuan Pos UPF Kiubiselo di wilayah sengketa Subina (Un-Survey Segment). Selanjutnya ada indikasi pihak pemerintah Timor Leste sengaja melakukan propaganda dengan mengeluar statement/pernyataan bahwa Naktuka (Noel Besi) sudah menjadi milik Timor Leste, ditemukannya pembangunan kantor pertanian, rencana pembangunan kantor Imigrasi dan adanya kegiatan sensus oleh pemerintah Timor Leste pada tahun 2010 di wilayah Naktuka serta ditemukannya mesin traktor bantuan pemerintah Timor Leste merupakan indikasi Pihak RDTL melanggar kesepakatan bahwa daerah sengketa adalah daerah steril.

Hal tersebut diatas perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena sekecil apapun permasalah di perbatasan menyangkut pelanggaran batas berpotensi menjadi pemicu permasalahan dilapangan antara aparat keamanan yang bisa menjadi isu sensitif yang dampaknya bisa mengancam stabilitas keamanan perbatasan.

Konflik Internal dan Situasi Politik Timor Leste. Pengalaman dari krisis politik yang pernah terjadi di Timor Leste pada tahun 2006 sebagai akibat ketidakpuasan di tubuh aparat keamanan Timor Leste terhadap anggapan perlakuan diskriminatif berimbas pula ke daerah perbatasan dimana sebagian warga Timor Leste menyeberang ke wilayah Indonesia sehingga mengganggu kedaulatan negara-bangsa, terutama bila wilayah Indonesia dijadikan basis perlawanan bagi salah satu pihak yang berkonflik. Dari pengalaman kejadian tersebut perlunya terus diantisipasi situasi politik di Timor Leste berkaitan dalam waktu dekat negara tersebut akan menyelenggarakan pemilu Presiden agar apabila terjadi krisis politik di Timor Leste tidak berimbas terhadap wilayah perbatasan terutama antisipasi agar wilayah Indonesia tidak dijadikan basis perlawanan ataupun kegiatan politik lainnya sehingga tidak mengganggu instabilitas kawasan terutama apabila kekuatan asing ikut camput tangan.

Keberadaan eks pengungsi dan eks milisi Timor Timur. Persoalan eks pengungsi dan milisi yang saat ini bermukim di wilayah Timor Barat merupakan salah satu permasalahan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan. Keterbatasan ekonomi dan keterbatasan “perhatian” pemerintah terhadap eks pengungsi yang saat ini kondisinya masih kurang terperhatikan berpotensi menimbulkan gangguan keamanan di masa mendatang yang harus diantisipasi.

Kehadiran Australia dan pasukan asing di Timor Leste. Kehadiran pasukan asing khususnya Australia berpotensi menciptakan persoalan tersendiri bagi Indonesia. Peran sebagai Deputy Sherrif di Asia merupakan wujud ambisi Australia ikut campur terhadap urusan negara lain. Kehadiran Australia berpeluang menciptakan sejumlah ancaman antara lain : (1) Kemungkinan Australia menjadikan Timor Leste sebagai pusat kegiatan intelijen untuk memata-matai negara-negara tetangganya yang berbatasan langsung; (2) kemungkinan infiltrasi melalui wilayah Timor Leste untuk memprovokasi perlawanan terhadap pemerintah pusat di daerah-daerah sekitar perbatasan RI-RDTL; (3) kemungkinan pihak-pihak tertentu di Australia mengekploitasi isu pengungsi, pelintas batas, dan gejolak sosial di daerah perbatasan untuk menciptakan gangguan keamanan; (4) kemungkinan provokasi aksi unjuk rasa di sekitar daerah perbatasan untuk memancing pelanggaran Ham oleh aparat keamanan Indonesia yang dapat di Blow-Up untuk mendeskreditkan Indonesia.

Informasi yang didapat dari pihak keamanan Timor Leste bahwa pemerintah Timor Leste saat ini merasa sudah tidak memerlukan kehadiran aparat keamanan/pasukan asing yang bertugas di Timor Leste dan memang pada bulan Juli 2011 ini masa tugas mereka berakhir. Namun ada indikasi upaya mereka untuk tetap melanjutkan tugasnya di Timor Leste dengan alasan aparat keamanan Timor Leste belum siap dan situasi keamanan yang belum kondusif sehingga mereka menganggap kehadirannya di Timor Leste masih sangat diperlukan. Hal tersebut perlu diwaspadai karena isu sekecil apapun tentang perbatasan akan di blow-up oleh mereka untuk mendiskreditkan aparat keamanan Indonesia dan memunculkan isu bahwa kondisi perbatasan tidak aman sebagai upaya mempertahankan kehadiran mereka di Timor Leste.

Penutup

Terbentuknya perbatasan RI-RDTL melewati proses yang panjang dimulai pada jaman kolonial saat terjadi perebutan wilayah antara Portugis dan Belanda, masa menjadi bagian NKRI selanjutnya Timor Leste lepas dari Indonesia dan menyatakan sebagai negara merdeka pada tahun 2002 yang mana sampai saat ini masih menyisakan beberapa persoalan.

Perbatasan mempunyai arti dan fungsi strategis dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa antara negara yang berbatasan wilayahnya. Perbatasan negara merupakan perwujudan kedaulatan suatu negara. Oleh karena itu, perbatasan negara memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keutuhan suatu wilayah. Dengan adanya batas negara ini, maka jelaslah kewenangan suatu bangsa dalam mengelola seluruh urusan pemerintahan yaitu meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Atas dasar pemahaman ini Perbatasan RI-RDTL perlu mendapat perhatian dan dicermati perkembangannya termasuk kemungkinan ancaman yang mungkin bakal terjadi.


Referensi.

1. Ganewati Wuryandari, Cahyo Pamungkas, Firman Noor, Bob Sugeng Hadiwinata (Oktober 2009), Keamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

2. Dephan RI (2010), Sosialisasi Penegasan Batas RI-RDTL , Jakarta : Dephan