SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Foto saya
Kupang, NTT, Indonesia

Sabtu, 25 Juni 2011

PERAN SATGAS PAMTAS DALAM PENGAMANAN PERBATASAN RI-RDTL

Oleh : Mayor Inf Slamet

Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis bagi kepentingan bangsa dan negara khususnya dalam penegakan kedaulatan dan terjaganya keutuhan wilayah NKRI. Disamping itu kawasan perbatasan memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan cermin diri dan tolok ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan kawasan perbatasan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Oleh karenanya kawasan perbatasan perlu dijaga keamanannya dan masyarakatnya perlu ditingkatkan kesejahteraannya.

Sesuai dengan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 8 point b salah satu tugas TNI AD adalah melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain. Oleh karenanya untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan digelar satuan tugas pengamanan perbatasan, termasuk diperbatasan darat RI-RDTL mengingat di wilayah perbatasan RI-RDTL secara umum masih terdapat permasalahan baik dilihat dari aspek keamanan maupun aspek kesejahteraan masyarakat.

PERMASALAHAN DI PERBATASAN RI-RDTL


a. Masih adanya wilayah sengketa. Ada beberapa wilayah yang masih menjadi sengketa di perbatasan RI-RDTL. Pertama, Unresolved Segment meliputi daerah Noel Besi di Wilayah Kab. Kupang dengan luas 1069 Ha, daerah Bijael Sunan Oben di Wil Kab. TTU dengan luas 142,7 Ha, daerah Memo di Wilayah Kab. Belu berupa delta sungai dengan luas 41,9 Ha. Kedua, Unsurveyed Segment di wilayah Subina dengan luas 683 Ha/sengketa adat dengan jumlah penduduk 333 KK. Pada pertemuan antara pemerintah RI dan Timor Leste di TSC-BDR ke 21 di Bandung pada tanggal 03 s.d 04 Juli 2008 dan pertemuan TSC-BDR ke 22 di Dili pada tangggal 27 s.d 29 Mei 2009 diadakan penetapan GBN dan lahan tersebut menjadi bagian wilayah RDTL. Namun masyarakat RI yang tinggal di daerah Subina s.d Oben masih mempermasalahkan lahan tersebut/belum bisa menerimanya. Sehingga perlu diadakan survey, namun sampai saat ini belum bisa dilaksanakan karena pelaksanaan survey sebelumnya pernah ditolak masyarakat RI di wilayah tersebut. Adapun daerah bermasalah tersebut semuanya berada di wilayah Kab. TTU meliputi daerah Subina yang merupakan tanah masyarakat di desa Inbate dengan luas tanah tanah 206 Ha, daerah Pistana merupakan tanah masyarakat desa Sungkaen dan desa Naibaban dengan luas tanah 142 Ha, daerah Haumeniana-Nefonunpo merupakan tanah masyarakat di desa Haumeniana dengan luas tanah tanah masyarakat 107 Ha, daerah Tubu-Ninulat merupakan tanah masyarakat desa Tubu dan desa Ninulat dengan luas tanah tanah 130 Ha.

Semua wilayah sengketa ini masih mempunyai potensi konflik yang cukup besar yang bisa mengganggu stabilitas keamanan perbatasan RI-RDTL.

b. Masih terjadinya kegiatan ilegal. Kegiatan ilegal yang masih sering terjadi di wilayah perbatasan RI-RDTL disebabkan oleh faktor ekonomi dan adanya hubungan sosial budaya masyarakat di perbatasan kedua negara yang tidak bisa dipisahkan hanya oleh garis batas negara.

Penyelundupan. Kondisi ekonomi dan rendahnya kesejahteraan masyarakat di perbatasan NTT mendorong masyarakat melakukan kegiatan ekonomi ilegal di perbatasan. Perbedaan harga BBM, sembako, pupuk bersubsidi, dan barang kebutuhan lainnya yang sangat mencolok mendorong masyarakat kedua negara (RI dan RDTL) untuk melakukan penyelundupan dengan harapan mendapatkan keuntungan dari kegiatan penyelundupan ini. Kegiatan ini tentunya sangat merugikan negara dan menurunkan harkat dan martabat bangsa di mata Internasional.

Pencurian ternak. Sebagai kawasan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste di wilayah perbatasan sering terjadi pencurian ternak yang disebabkan kegiatan beternak masyarakat masih dilakukan secara tradisional dengan melepas ternak begitu saja. Hal ini sering mengakibatkan ternak menyeberang ke wilayah negara tetangga demikian pula sebaliknya. Tidak jarang kondisi ini menyebabkan ternak masyarakat hilang karena dicuri maupun menyeberang ke wilayah negara sebelah. Maraknya pencurian dan penyelundupan ternak juga memicu konflik masyarakat di perbatasan. Kejadian pemanahan warga masyarakat RI di desa Lakmars pada 9 April 2011 saat menggembala ternak oleh orang tak dikenal salah satu indikasi kerawanan tersebut.

Lintas batas ilegal. Lintas batas secara ilegal disebabkan masih dekatnya hubungan kekeluargaan antara masyarakat RDTL dengan masyarakat RI yang dulunya berada dalam satu negara walaupun secara politik mereka dipisahkan oleh batas negara namun secara sosial budaya mereka tak terpisahkan, selain itu faktor penyebab terjadinya pelintas batas ilegal adalah alasan kunjungan keluarga dan kegiatan adat/keagamaan.

c. Tingginya angka kemiskinan dan keluarga prasejahtera. Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan yang dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga prasejahtera. Hal ini disebabkan oleh akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya kualitas sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur baik pendidikan, kesehatan, transportasi, maupun telekomunikasi, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam. Implikasi lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di wilayah perbatasan mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara.

PENGAMANAN PERBATASAN RI-RDTL

Sesuai amanat UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI dan berbagai permasalahan yang terjadi di perbatasan RI-RDTL sebagaimana telah diuraikan diatas, sejak tahun 1999 di perbatasan darat RI-RDTL telah digelar Operasi Pengamanan Perbatasan oleh TNI AD dalam hal ini Kodam IX/Udayana. Operasi pengamanan perbatasan Indonesia dengan Timor-Leste dikendalikan oleh Korem 161/WS, yang dalam hal ini bertindak sebagai Komando Pelaksana Operasi Pengamanan Perbatasan RI-RDTL (Kolakops Pamtas RI-RDTL), dan Komandan Korem 161/WS menjadi Komandan Kolakops Pamtas RI-RDTL. Pasukan yang melaksanakan operasi ini diberi nama Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Republik Indonesia-Republik Demokratik Timor-Leste (Satgas Pamtas RI-RDTL) dengan kekuatan saat ini sebesar satu batalyon. Pada awalnya, pasukan untuk Satgas Pamtas RI-RDTL diambilkan dari batalyon batalyon di luar Kodam IX/Udy. Setelah 2005 penugasan untuk Satgas Pamtas RI-RDTL digilir dari tiga Batalyon Infanteri Kodam IX yang bermarkas di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, yaitu Yonif 742 (yang bermarkas di Mataram, Lombok), Yonif 743 (bermarkas di Kupang), dan Yonif 744 (bermarkas di Tobir, Kabupaten Belu, dekat dengan perbatasan). Satgas Pamtas dipimpin oleh seorang Komandan Satgas berpangkat Letnan Kolonel. Setiap batalyon bertugas secara bergiliran selama satu tahun dalam Satgas Pamtas RI-RDTL.


PERAN SATGAS PAMTAS RI-RDTL


Dalam pelaksanaan tugasnya menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah di perbatasan RI-RDTL Satgas Pamtas mempunyai peran yaitu sebagai pasukan pengaman perbatasan darat RI-RDTL demi menjaga tegaknya hukum di perbatasan darat RI-RDTL dan sebagai pendukung Kowil dalam pemberdayaan wilayah pertahanan melalui kegiatan Binter terbatas di wilayah perbatasan RI-RDTL.

a. Sebagai Pasukan Pengaman Perbatasan Darat RI-RDTL. Sebagai Pasukan Pengaman Perbatasan, Satgas Pamtas RI-RDTL bertanggungjawab mengamankan perbatasan darat RI-RDTL yang secara administrasi wilayah tanggungjawabnya meliputi 10 kecamatan di tiga kabupaten yaitu Kecamatan Amfoang Utara di Kabupaten Kupang, Kecamatan Miomafo Barat, Kecamatan Miomafo Timur dan Kecamatan Insana Utara di Kabupaten TTU dan Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Raihat, Kecamatan Kobalima di Kabupaten Belu. Panjang garis batas negara seluruhnya 268,8 Km. Untuk menjaga garis batas tersebut tergelar 38 pos Satgas Pamtas RI-RDTL. Dalam pelaksanaan pengamanan ini tugas pokok Satgas Pamtas adalah melaksanakan operasi pengamanan perbatasan di sepanjang perbatasan darat RI-RDTL, guna mencegah terjadinya pelanggaran hukum, penyelundupan dan pasar gelap serta mengawasi wilayah perbatasan agar tidak digunakan sebagai basis perlawanan eks pejuang Pro Integrasi. Dengan sasaran terciptanya stabilitas keamanan di sepanjang perbatasan darat RI-RDTL, terjaminnya keutuhan wilayah dengan tidak terjadinya pergeseran atau hilangnya patok batas serta tertangkapnya pelaku penyelundupan dan pelintas batas. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Satgas Pamtas adalah :

1) Mengamankan pilar GBN di sepanjang perbatasan darat RI - RDTL yang menjadi wilayah tanggung jawabnya dengan melaksanakan kegiatan patroli keamanan, Matbar, menggelar Pos Pemantauan dan Pos Dalduk.

2) Melaksanakan monitoring dan patroli bersama UPF di daerah sengketa guna menjamin keamanan dan menghindari pelanggaran wilayah.

3) Melaksanakan prosedur penangkapan terhadap pelintas batas ilegal baik dari atau kewilayah RDTL dengan tindakan simpatik untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku.

4) Melaksanakan kegiatan patroli untuk menggagalkan penyelundupan ke atau dari wilayah RDTL dengan tindakan simpatik untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku.

5) Melaksanakan monitoring dan pendataan pelintas batas orang/barang/ kendaraan yang melalui pos-pos pintu lintas batas dan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyelundupan Jatmuhandak ke wilayah RDTL.

6) Melaksanakan pertemuan (border meeting) dengan Aparat Kepolisian Timor Leste (UPF/PNTL)

7) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait lainnya yang ditempatkan di pos perbatasan.

8) Melaksanakan koordinasi secara terus menerus dengan pihak UPF untuk memelihara keamanan di sepanjang perbatasan dengan mengupayakan patroli bersama.

9) Melaksanakan koordinasi dan hubungan langsung dengan KBRI di Dili untuk membahas permasalahan yang terjadi di sepanjang perbatasan.

Semua kegiatan tersebut diarahkan untuk terciptanya situasi keamanan yang kondusif di perbatasan RI-RDTL.

b.Sebagai Pendukung Kowil Dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan. Keberadaan Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pamtas RI-RDTL di pos-pos perbatasan, disamping bertugas menjaga kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan, juga melaksanakan kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan. Pemberdayaan wilayah pertahanan pada hakekatnya adalah kegiatan penyiapan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan, menyelenggarakan pelatihan dasar militer secara wajib dan memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam pertahanan negara. Kegiatan ini bertujuan membantu tugas Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil) yang dilaksanakan melalui Binter terbatas. Kegiatan yang dilaksanakan adalah :

1) Komunikasi Sosial. Komunikasi sosial bertujuan untuk memelihara dan mempererat hubungan silahturahmi secara harmonis dengan seluruh elemen masyarakat guna mewujudkan Kemanunggalan TNI-Rakyat dan meningkatkan citra TNI AD yang dilaksanakan dengan mengimplementasikan delapan wajib TNI agar TNI diperbatasan dicintai rakyat dan keberadaanya dapat diterima oleh masyarakat perbatasan. Komunikasi sosial ini dilaksanakan dalam bentuk anjangsana, olahraga bersama, kegiatan ibadah bersama dan kegiatan lain yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di perbatasan.

2) Bhakti TNI. Bhakti TNI diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat wilayah perbatasan dalam rangka membantu mengatasi kesulitan masyarakat perbatasan seperti membantu memajukan pertanian dan peternakan, membantu mengajar anak sekolah, pengobatan gratis dan donor darah, membantu membangun infrastruktur wilayah seperti jalan, sarana air bersih, berbagi listrik dengan masyarakat dan membantu pembangunan rumah ibadah.

3) Pembinaan Ketahanan Wilayah. Kegiatan ini diarahkan untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara, membangun semangat nasionalisme masyarakat perbatasan dan membekali wawasan tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam bela negara melalui kegiatan sosialisasi wawasan kebangsaan dan bela negara di sekolah-sekolah dan masyarakat perbatasan, pelatihan PBB dan pelatihan upacara di sekolah-sekolah, memberikan pelatihan pramuka dan memberikan pelatihan kepada Linmas di desa-desa.


PENUTUP

Kehadiran Satgas Pamtas di perbatasan RI-RDTL merupakan amanat UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. Satgas Pamtas RI-RDTL mempunyai peran sebagai pasukan pengaman perbatasan darat RI-RDTL dan pendukung Satkowil dalam pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan. Keberadaan Satgas Pamtas diharapkan bisa menciptakan situasi keamanan yang kondusif di perbatasan disamping itu juga diharapkan bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI dapat tetap tegak dan terjaga.

Senin, 13 Juni 2011

Membangun Kawasan Perbatasan NTT Untuk Kesejahteraan Masyarakat Dalam Rangka Mendukung Pertahanan Negara

oleh : Mayor Inf Slamet

1. Pendahuluan

Kesejahteraan masyarakat mempunyai hubungan yang erat dengan pertahanan negara. Pertahanan negara merupakan faktor hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Tanpa mampu mempertahankan diri dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya. Pertahanan negara akan terbangun kuat salah satunya adalah apabila masyarakatnya sejahtera, karena kesejahteraan menjadi tolok ukur kemampuan negara untuk membangun sistem pertahanannya termasuk meningkatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Disamping itu masyarakat yang sejahtera dapat dijadikan sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung yang handal dalam Sistem Pertahanan Semesta.

Dengan melihat realita kondisi wilayah perbatasan Indonesia khususnya di perbatasan Provinsi NTT dimana saat ini secara ekonomi masyarakatnya masih jauh tertinggal karena minimnya sarana kesehatan, pendidikan, jaringan komunikasi dan informasi serta lemahnya pemberdayaan ekonomi kawasan perbatasan sehingga secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat masih rendah dan masih terisolasi dari arus transportasi dan informasi. Hal tersebut perlu menjadi perhatian serius mengingat secara geostrategis wilayah perbatasan darat NTT (RI) dengan Timor Leste mempunyai peranan penting dari aspek Ipoleksosbudhankam. Di samping itu sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang notabene masih baru tentunya akan sangat ironi apabila mereka lebih sejahtera dan lebih maju pembangunannya dari pada kita yang telah merdeka lebih dari setengah abad lalu, apabila ini terjadi akan sangat berdampak pada rasa nasionalisme masyarakat dan ketahanan nasional di kawasan perbatasan NTT yang berbatasan langsung dengan Timor Leste yang bisa mengancam kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI.

Untuk itulah perlu strategi khusus dalam pembangunan wilayah perbatasan NTT guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengangkat citra RI di mata Internasional yang dicerminkan dari kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut yang sekaligus guna mendukung kepentingan pertahanan negara yang kuat di wilayah perbatasan.

2. Kondisi Daerah Perbatasan NTT – Timor Leste saat ini ditinjau dari aspek kondisi sosial.

a. Aspek Ideologi. Kerawanan NTT yang berbatasan darat secara langsung dengan negara tetangga Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL) adalah pengaruh ideologi negara tetangga. Tetapi sampai dengan saat ini Pancasila sebagai ideologi NKRI masih menjadi faham kehidupan masyarakat NTT, walupun dalam pengamalannya belum diimplementasikan secara baik, terbukti dengan masih sering terjadinya perkelahian antar etnis, konflik politik dan kesejahteraan yang belum terwujud dengan baik. Para pejabat daerah dilingkungan eksekutif, legilatif maupun yudikatif juga belum sepenuhnya dapat memberikan tauladan bagi masyarakat tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

b. Aspek Politik. Kehidupan sosial di daerah perbatasan NTT - RDTL mempunyai saling keterkaitan erat karena secara sosial budaya mereka tidak bisa dipisahkan. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Situasi politik yang terjadi di Timor Leste akan turut mempengaruhi situasi keamanan daerah perbatasan.

c. Aspek Ekonomi. Kondisi ekonomi masyarakat di perbatasan NTT masih tertinggal dibandingkan daerah lain yang mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal. Hal tersebut disebabkan antara lain karena infrastruktur jalan yang kondisinya tidak bagus sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan, kebutuhan hidup masyarakat sebagian besar masih tergantung dari luar sehingga mengakibatkan biaya hidup cukup tinggi dibanding daerah lain. Kerawanan lain di perbatasan NTT - RDTL yaitu adanya interaksi sosial ekonomi yang bersifat ilegal masyarakat daerah perbatasan NTT dengan masyarakat negara tetangga setempat yang dapat berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Karena saling ketergantungan di bidang ekonomi tidak jarang daerah perbatasan digunakan sebagai pintu masuk berbagai kegiatan ilegal.

d. Aspek Sosial Budaya. Daerah perbatasan secara umum masih tertinggal, tingkat kehidupan dan pendidikan pada umumnya masih rendah, hal ini disebabkan oleh :

1) Sektor Kesehatan. Sarana kesehatan yang tersedia masih terbatas.

2) Sektor Pendidikan. Sistem penyelenggaraan pendidikan di daerah masih tertinggal bila dibandingkan dengan daerah perkotaan.

3) Sektor agama. Kehidupan umat beragama cukup baik, kerukunan antar agama dan antar umat beragama cukup harmonis.

4) Sektor lapangan kerja. Lapangan pekerjaan yang tersedia masih sangat terbatas.

5) Akses terhadap informasi yang terbatas karena belum terdukung sarana dan prasarana telekomunikasi dan informasi yang memadai.

e. Aspek Pertahanan dan Keamanan.

1) Aspek Pertahanan.

a) Matra darat. Untuk kekuatan matra darat yang tergelar di wilayah perbatasan darat RI-RDTL sepanjang 268,8 Km adalah 1 Satgas Pamtas dan 3 Kodim. Untuk Satgas Pamtas terbagi dalam 38 Pos Pamtas yang tergelar di 3 kabupaten di wilayah provinsi NTT yang berbatasan langsung dengan RDTL yaitu Belu 25 Pos untuk menjaga garis batas sepanjang 149,1 Km, TTU 10 Pos dengan panjang garis batas 104,5 Km dan Kupang 3 Pos dengan panjang garis batas 15,2 Km.

b) Matra Laut. Pangkalan Utama Laut (Lantamal) VII/Kupang melaksanakan tugas pengamanan perbatasan di laut.

c) Matra Udara. Pangkalan Udara (Lanud) El Tari Kupang dan Satuan Radar melaksanakan tugas-tugas pengamanan perbatasan di udara.

2) Aspek Keamanan. Situasi keamanan wilayah perbatasan sampai saat ini masih cukup kondusif. Gejolak-gejolak yang terjadi di masyarakat relatif kecil dan dapat segera diatasi sehingga tidak sampai menimbulkan gejolak yang lebih besar. Partisipasi masyarakat di bidang keamanan cukup baik seperti adanya Linmas di tiap desa dan masih berjalannya sistem keamanan lingkungan (Siskamling) di lingkungan pemukiman.

3. Permasalahan yang menonjol di perbatasan NTT- RDTL

a. Masih adanya wilayah sengketa. Perbatasan NTT - RDTL masih menyisakan beberapa segmen bermasalah. Keberadaan daerah sengketa ini apabila tidak segera mendapat penyelesaian akan memicu konflik masyarakat di perbatasan dan menghambat pelaksanaan pembangunan di wilayah tersebut. Segmen bermasalah tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, Un-Resolved Segment yang meliputi wilayah Kab Belu di daerah Memo/Delomil, Kab. TTU di daerah Bijael Sunan-Oben Manusasi, Kab Kupang di wilayah Noel Besi/Citrana. Kedua, Un-Surveyed Segment meliputi wilayah Subina, Pistana, Tububanat, Haumeniana. Belum jelas dan tegasnya batas darat antara Indonesia dan Timor Leste di beberapa segmen tersebut diatas, pernah menimbulkan sejumlah persoalan dalam hubungan bilateral kedua negara. Ketidakjelasan demarkasi merupakan salah satu faktor potensial yang memicu konflik antar warga kedua negara yang tinggal di wilayah perbatasan. Gangguan keamanan pernah terjadi di beberapa bagian wilayah secara sporadis dan berulang.

b. Terjadinya kegiatan ilegal.

1) Penyelundupan. Kondisi ekonomi dan rendahnya kesejahteraan masyarakat di perbatasan NTT mendorong masyarakat melakukan kegiatan ekonomi ilegal di perbatasan. Perbedaan harga BBM, sembako, pupuk bersubsidi, dan barang kebutuhan lainnya yang sangat mencolok mendorong masyarakat kedua negara (RI dan RDTL) untuk melakukan penyelundupan dengan harapan mendapatkan keuntungan dari kegiatan penyelundupan ini. Lemahnya sistem pengawasan dan buruknya mental birokrat menumbuhkan praktek praktek penyelundupan (barang dan manusia) melalui pos-pos lintas batas. Kegiatan ini tentunya sangat merugikan negara dan menurunkan harkat dan martabat bangsa di mata Internasional.

2) Pencurian ternak. Sebagai kawasan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste di wilayah perbatasan sering terjadi pencurian ternak yang disebabkan kegiatan beternak masyarakat masih dilakukan secara tradisional dengan melepas ternak begitu saja. Hal ini sering mengakibatkan ternak menyeberang ke wilayah negara tetangga demikian pula sebaliknya. Tidak jarang kondisi ini menyebabkan ternak masyarakat hilang karena dicuri maupun menyeberang ke wilayah negara sebelah.

3) Lintas batas ilegal. Lintas batas secara ilegal disebabkan masih dekatnya hubungan kekeluargaan antara masyarakat RDTL dengan masyarakat RI yang dulunya berada dalam satu negara walaupun secara politik mereka dipisahkan oleh batas negara namun secara sosial budaya mereka tak terpisahkan, selain itu faktor penyebab terjadinya pelintas batas ilegal adalah alasan kunjungan keluarga dan kegiatan adat/keagamaan.

c. Warga Baru Eks Tim-Tim. Selama 12 tahun pasca jejak pendapat, warga eks Timor Timur yang diperkirakan jumlahnya mencapai 104 ribu orang kehidupannya masih memprihatinkan. Kehidupan mereka sangat sulit, bukan saja terkait persoalan ekonomi, melainkan persoalan kemanusiaan dengan segala turunan masalahnya seperti kemiskinan dan rendahnya kualitas hidup termasuk pendidikan dan kesehatan. Agregasi kekecewaan mereka pun kemudian diwujudkan dalam bentuk kekerasan fisik dan non kekerasan. Hal tersebut apabila tidak tertangani dengan baik bisa merupakan “ Bom Waktu “ yang akan memiliki implikasi sosial, ekonomi, politik dan keamanan yang luas.

d. Minimnya sarana pendidikan dan kesehatan. Wilayah perbatasan sangat minim dukungan sarana pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di wilayah perbatasan yang akan berdampak terjadinya kemiskinan struktural.

e. Infrastruktur jalan yang kurang bagus. Wilayah perbatasan NTT juga masih sangat tertinggal dilihat dari minimnya aksesbilitas terutama sarana dan prasaran jalan. Meskipun wilayah perbatasan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup tinggi dari hasil pertanian dan perikanan laut, namun rendahnya aksesbilitas telah menyebabkan perekonomian di wilayah perbatasan sulit berkembang. Situasi ini selanjutnya akan berpengaruh pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di perbatasan NTT.

f. Minimnya sarana informasi dan telekomunikasi. Sarana informasi dan komunikasi yang terbatas menyebabkan masyarakat terkendala dalam mendapatkan informasi publik dan sangat membatasi komunikasi keluar dari warga di perbatasan yang berdampak pada rendahnya kesempatan untuk pengembangan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat masih minimnya sarana informasi publik yang ada di masyarakat perbatasan sehingga akses untuk mendapatkan informasi penting dari luar yang berguna bagi kepentingan masyarakat di perbatasan sangat sulit diperoleh. Ditambah kondisi jaringan telekomunukasi publik yang terkendala dengan lemahnya sinyal di sepanjang wilayah perbatasan.

g. Kemiskinan. Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di perbatasan dan banyak mewarnai kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga pra sejahtera. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sumber daya manusia, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam.

h. Masih minimnya sarana prasarana pendukung untuk kepentingan pertahanan negara. Di perbatasan RI-RDTL saat ini tergelar 38 Pos Pamtas. Secara umum kondisi pos pamtas saat ini cukup memadai namun ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu masih minimnya sarana pendukung seperti listrik, air, kondisi jalan dan sarana telekomunikasi. Di samping itu masih adanya beberapa wilayah perbatasan yang sulit dipantau karena jarak antar pos pamtas yang relatif jauh sehingga menyebabkan belum optimalnya pemantauan keamanan di wilayah tersebut.

4. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan NTT.

Wilayah perbatasan merupakan kawasan khusus yang perlu dikelola dan dikembangkan dengan konsep komprehensif untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi. Sebagian besar kawasan perbatasan merupakan kawasan yang tertinggal dengan sarana prasarana sosial ekonomi terbatas. Akibatnya, wilayah perbatasan ini menjadi tidak tersentuh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin. Untuk itu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan dapat dilakukan dengan cara :

a. Percepatan penyelesaian wilayah sengketa perbatasan. Masih adanya wilayah sengketa akan menghambat terlaksananya program pembangunan di wilayah tersebut. Untuk itu dengan segera terselesaikannya permasalahan wilayah sengketa dengan terwujudnya batas negara yang jelas maka masing-masing negara dapat fokus menjalankan kebijakan pembangunan di wilayah masing-masing baik di bidang ekonomi maupun pertahanan negara. Disamping itu masing-masing negara dapat menata batas negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas negara masing-masing. Penataan batas seperti yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik wilayah negara RI sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan legalitas hukum yang disepakati secara bilateral maupun internasional.

b. Menjalankan kebijakan dan strategi penataan ruang kawasan perbatasan RI-RDTL. Kebijakan dan strategi penataan ruang kawasan perbatasan Provinsi NTT-RDTL merupakan salah satu acuan spasial dan sektoral untuk mengelola sumberdaya dan kapabilitas yang dimiliki, meningkatkan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat, melestarikan fungsi lingkungan, serta menciptakan ketertiban dan keamanan di kawasan perbatasan NTT. Tujuan penyusunan kebijakan dan strategi penataan ruang kawasan perbatasan NTT-RDTL adalah untuk :

1) Mendorong keterpaduan kebijakan dan pembangunan kawasan perbatasan Prov NTT-RDTL untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara.

2) Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan Provinsi NTT-RDTL melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan membuka keterisolasian wilayah dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan nilai sosial budaya setempat.

3) Mendorong perwujudan kerjasama ekonomi subregional Provinsi NTT-RDTL secara sinergis dan seimbang dengan menganut keserasian antara pendekatan pertahanan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan sasaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

1) Terwujudnya pemgembangan pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan sentra produksi yang sesuai dengan potensi sumber daya alam dan pasar serta memiliki akses transportasi dan pemasaran ke negara tetangga dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan kearifan lokal.

2) Terwujudnya pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung dan hutan produksi secara sinergis dan integratif.

3) Terhindarnya pergeseran patok-patok batas wilayah kedaulatan NKRI.

4) Terwujudnya pengembangan dan sistem jaringan pelayanan prasarana dn sarana wilayah yang sinergis di antara negara bertetangga untuk membuka keterisolasian daerah-daerah perbatasan.

5) Berfungsinya sistem kota-kota, baik dari segi kepentingan ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, hingga lingkungan.

6) Berfungsinya pengembangan PPLB dengan dukungan sarana dan prasarana pengawasan kepabeanan (custum), keimigrasian (immigration), karantina (quarrantine), dan keamanan (security) dalam upaya mengurangi kegiatan penyelundupan dan perdagangan ilegal.

Konsepsi penataan ruang kawasan perbatasan antarnegara di Provinsi NTT adalah sebagai berikut :

1) Penataan kawasan pengembangan ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan.

2) Penataan pusat kegiatan strategis nasional karena NTT merupakan provinsi yang terletak di kawasan perbatasan.

3) Penataan pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal.

4) Penataan kawasan konservasi untuk pelestarian lingkungan.

5) Penataan kawasan budidaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

6) Penataan kawasan tertentu, terutama untuk pertahanan keamanan.

c. Penyusunan program secara komprehensif dan integral. Penyusunan program secara integral dan komprehensif dalam hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam masalah penanganan perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas barang/perdagangan, kesehatan, pendidikan, keamanan, konservasi sumber daya alam. Kehadiran BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) merupakan jawaban terhadap masalah ini sehingga diharapkan semua program pembangunan perbatasan dapat berjalan secara terpadu dan menghilangkan adanya ego sektoral.

d. Pembangunan ekonomi dan percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan berbasis kerakyatan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan adalah potensi sumber daya alam setempat dan kelompok swadaya masyarakat. Sedangkan bentuk usaha percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

1) Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat/kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang sudah ada.

2) Pemberdayaan, pendampingan dan penguatan peran serta masyarakat perbatasan termasuk kaum perempuan dalam kegiatan perekonomian atau sosial.

3) Pengembangan wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan perbatasan.

4) Menghidupkan peran lembaga keuangan mikro dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian.

e. Meningkatkan SDM berkualitas dengan sistem pendidikan berwawasan kebangsaan. Perlu terobosan dalam bidang pendidikan, karena diwilayah perbatasan pendidikan masyarakat masih jauh tertinggal sehingga jangan berharap lahir SDM yang ungul dari wilayah ini. Program penugasan guru di daerah terpencil perlu dilaksanakan karena rata-rata wilayah perbatasan guru sangat terbatas dan kualitasnya pun masih jauh tertinggal. Untuk mengatasi kekurangan guru bisa dibuat program Satgas guru perbatasan, hal ini bisa diintegrasikan dengan Satgas Pamtas TNI maupun bekerjasama dengan perguruan tinggi lokal dan nasional. Untuk meningkatkan SDM masyarakat perbatasan perlu dibuat sistem pendidikan perbatasan yang berbeda dengan wilayah lain, harus dibangun sebuah konsep pendidikan yang menanamkan secara kuat nasionalisme dan patriotisme masyarakat di perbatasan, sehingga mereka tidak mudah tersusupi ideologi-ideologi dan paham-paham yang membahayakan keutuhan NKRI (infiltrasi ideologi dan budaya adalah bentuk “invasi” yang efektif untuk meruntuhkan sebuah negara dari dalam).

f. Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana jaringan jalan sepanjang perbatasan darat Provinsi NTT-RDTL. Kondisi jalan di wilayah perbatasan saat ini cukup parah. Kondisi ini mengakibatkan transportasi menuju wilayah ini sulit sehingga memakan waktu dan biaya. Selain itu sangat menghambat pertumbuhan ekonomi wilayah perbatasan. Dengan pembangunan jalan yang memadai diharapkan akan mampu mengangkat kondisi ekonomi masyarakat karena transportasi menjadi lancar yang secara otomatis berpengaruh besar pada kegiatan ekonomi di wilayah ini. Selain itu perlu dibangun jalan dari kawasan perbatasan yang menghubungkan pusat kota atau pusat pemukiman terdekat. Tujuan pembangunan jalan tersebut adalah untuk merangsang pembangunan kota atau pemukiman baru di dekat perbatasan. Kelak, sarana transportasi darat itulah media "perkuatan" ketahanan ekonomi dan sosial budaya di daerah-daerah tersebut. Kondisi infrastruktur jalan yang baik di wilayah perbatasan sangat mendukung kepentingan pertahanan negara karena akan memudahkan TNI melaksanakan operasi perbatasan terutama dalam hal evakuasi, dislokasi pasukan dan logistik. Saat ini pemerintah daerah telah mengembangkan berbagai infrastruktur jalan diantaranya :

1) Pengembangan jalan arteri primer yang menghubungkan Kupang-Soe-Kefa-Atambua.

2) Pengembangan jalan kolektor primer yang menghubungkan pos lintas batas negara dengan PKN (pusat kegiatan nasional) yaitu ruas-ruas Wini-Maubesi, Sakato-Wini-Atapupu, Motain-Atapupu-Atambua, Napan-Kefamenanu, Motamasin Hailulik, Haekesak-Atambua, Baa-Papela, Kalabahi-Taramana-Marataing, Seba-Bollow, Haumeniana-Soe.

Jaringan jalan yang perlu ditingkatkan antara lain ruas jalan yang menghubungkan Camplong-Sulamu-Oepoli, Oepoli-Olbinose-Eban, Delomil - Atambua, Haumeniana-Kefamenanu, Napan-Inbate-Baen-Sunkaen- Haumeniana.

g. Pengembangan prasarana dan sarana ketenagalistrikan, informasi , telekomunikasi dan air bersih. Listrik, air dan telekomunikasi diwilayah perbatasan kondisinya cukup memprihatinkan. Diharapkan, dengan pengembangan sistem kelistrikan, air, sarana informasi dan telekomunikasi dapat mengatasi kesulitan mayarakat yang sekaligus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan sumber daya manusia perbatasan karena kemudahan pemenuhan kebutuhan informasi maupun komunikasi.

h. Membentuk kawasan khusus sebagai kawasan Green Defend. Sebagai perwujudan penataan ruang kawasan perbatasan khusus untuk kepentingan pertahanan wilayah perlu di buat suatu kawasan yang dijadikan sebagai kawasan Green Defend, dimana di kawasan tersebut dijadikan kawasan hutan yang dimasa damai bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dimasa perang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan negara. Kawasan tersebut sebaiknya ditanami dengan pohon produktif seperti kemiri, kelapa dan tanaman produktif lain yang dapat tumbuh subur di wilayah perbatasan NTT.

i. Mewujudkan sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI khususnya di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang perbatasan.

j. Peningkatan sarana prasarana pengamanan perbatasan dan pembangunan pangkalan militer di dekat perbatasan.

1) Saat ini di sepanjang perbatasan darat RI-RDTL telah tergelar 38 pos Satgas Pamtas RI-RDTL untuk mengamankan garis batas negara sepanjang 268,8 Km. Secara kuantitas memang belum memadai karena masih terdapat beberapa pos yang jaraknya relatif jauh sehingga cukup sulit untuk pengawasan wilayah tersebut. Untuk itu perlu penambahan dan peningkatan sarana prasarana pos Pamtas RI-RDTL khususnya listrik, air dan telekomunikasi sehingga pengawasan perbatasan dapat dilaksanakan lebih optimal.

2) Pembangunan pangkalan militer ini jelas tidak mudah dan membutukan sumber daya yang tidak sedikit. Saat ini pemerintah sudah merencanakan pembangunan Yonif 746 dan Kompi Kaveleri Tank di Kabupaten TTU karena wilayah Kabupaten TTU yang berbatasan langsung dengan Distrik Oecusse (RDTL) saat ini hanya memiliki satu Kodim dan satu Kompi Senapan dari Yonif 744 namun pembangunan tersebut masih mendapat penolakan masyarakat, tokoh agama, dan meluas hingga ke kalangan DPRD Kabupaten TTU. Kondisi wilayah perbatasan saat ini memang cukup kondusif dan kemungkinan ancaman dari RDTL karena konflik senjata relatif kecil karena apabila terjadi kontak senjata relatif lebih sulit diselesaikan sehingga negara manapun cenderung menghindari kontak senjata namun dengan penggelaran kekuatan militer di dekat perbatasab akan menghambat perilaku “mencuri” negara lain dan gelaran pasukan TNI dapat digunakan untuk kepentingan OMSP terutama penanggulangan bencana alam dan civic mision lainnya selain itu efect deterent sangat diperlukan di wilayah perbatasan agar negara tetangga tidak meremehkan kedaulatan NKRI. Hal ini sejalan dengan pepatah SI VIS PACEM PARA BELLUM, siapa yang ingin damai maka harus siap perang. Sepertinya konsep inilah yang harus diyakinkan di kalangan stake holder di Kabupaten TTU khususnya dan NTT pada umumya.

5. Penutup.

Melalui upaya peningkatan kesejahteraan diharapkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat diperbatasan NTT dapat meningkat. Selanjutnya dengan kesejahteraan yang tinggi masyarakat di kawasan perbatasan akan dapat dijadikan sebagai komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang sempurna. Basic needed yang terpenuhi baik akan membuat mereka semakin cinta Indonesia. Masyarakat di sekitar perbatasan dapat digunakan sebagai agen intelijen yang akan melaporkan setiap pelanggaran wilayah perbatasan. Potensi wilayah di sekitar perbatasan yang terbina baik akan mudah digunakan oleh komponen utama pertahanan jika sewaktu-waktu diperlukan. Pemahaman tentang konsep pertahanan di perbatasan semacam ini harus dimiliki oleh para wakil rakyat di pusat dan daerah serta para pemimpin nasional dan lokal. Dengan demikian diharapkan disamping kedaulatan NKRI di perbatasan dapat dilindungi, kesejahteraan rakyat setempat akan meningkat, juga pasukan TNI yang bertugas dapat bekerja dengan baik.

Daftar Pustaka

1. Ati Widiati, 2007, Kebijakan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Antarnegara Di Provinsi NTT, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol 9 No.3.

2. Dody Usodo Hargo, 2008, Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia di Wilayah Perbatasan Kalimantan.

3. Ganewati Wuryandari dkk, 2009, Keamanan Perbatasan Indonesia – Timor Leste Sumber Ancaman dan Pengelolaanya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

4. Moh. Arif Widarto, SE, 2008, Strategi Pertahanan Wilayah Perbatasan, http://www.tandef.net.